Senin, 25 November 2013

Tulisan Ilmiah "Pemberdayaan Koperasi Melalui Program Koperasi Mandiri"

PEMBERDAYAAN KOPERASI MELALUI PROGRAM KOPERASI MANDIRI





 DI SUSUN OLEH :
Nama : Laila Majda
Npm : 14212153
Kelas :2EA28
Dosen : Pak Nurhadi


UNIVERSITAS GUNADARMA




DAFTAR ISI

Lembar Judul Tugas ...................................................................................................            i
Kata Pengantar ............................................................................................................          ii
Daftar Isi ....................................................................................................................            iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang ………………………………………………………………….      1
1.2       Rumusan Masalah ……………………………………………………………...       3

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Definisi dan Landasan Koperasi ………………………………………………..      4
2.2       Undang-Undang Koperasi ………………………………………………………     7
2.3       Perkembangan Koperasi ………………………………………………………...12
2.4       Pemberdayaan Koperasi mandiri ……………………………………………….      17
2.5       GGC (GOOD GOVERNANCE COOPERATIVE) ……………………………..22


BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1       Kesimpulan …………………………………………………………………….. 29
3.2       Saran ……………………………………………………………………………. 29


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………  30


Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang  telah  memberikan  nikmat  serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan  kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan  Karya  Ilmiah ini
dengan judul “ Pemberdayaan  Koperasi  Melalui Program Koperasi  Mandiri “. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan  pedoman hidup yakni al-qur’an  dan  sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah  ini merupakan  tugas ke tiga  mata kuliah  Ekonomi Koperasi Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen  Universitas Gunadarma. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dan sumber-sumber yang telah membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Tanpa bimbingan, pengarahan dan bantuan berbagai pihak tentunya makalah  ini tidak dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam  penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Jakarta, 10 November  2013


      Penulis

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Koperasi menjadi suatu gerakan ekonomi nasional, Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat,  dimana koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Dengan misi berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemamkmuran masyarakat bukan kemakmuran perorangan (Lembar Negara tahun 2012 no 212)
Selaras dengan itu, kebijakan yang berpihak (affirmative policy) terhadap Koperasi dan UMKM, telah menjadi harapan yang berkembang luas di tengah tumbuhnya kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap nasib ekonomi rakyat. Oleh karena itu, selain pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, aspek penting yang menjadi agenda besar dalam proses pembangunan ekonomi hari ini dan ke depan adalah kemandirian ekonomi nasional dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan
Pertumbuhan koperasi di Indonesia memang tidak senantiasa semulus apa yang diharapkan dan dibayangkan. Banyak permasahan dan kendala yang dihadapi dalam setiap perkembangannya. Sampai saat ini koperasi belum mampu menunjukkan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Teridentifikasi terdapat 7 masalah kualitatif yang dialami Koperasi Indonesia, yaitu “Citra”, “Kemandirian”, “Kualitas SDM”, “Manajemen/Governance”, “Ketersediaan dan Akses Permodalan”, dan “Jaringan Usaha”(Suryadharma Ali, 2004). Koperasi memiliki citra sebagai organisasi yang ketinggalan zaman karena kualitas SDM yang kurang dan kemampuan manajerial yang tidak kompeten sehingga kebanyakan orang memandang sebelah mata terhadap koperasi, padahal koperasi didirikan sebagai sokoguru ekonomi nasional.
Untuk memberdayakan koperasi agar dapat menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada sebagai akibat dari krisis yang terjadi, Pemerintah menyesuaikan landasan hukum koperasi. Yang tertuang dalam perubahan definisi koperasi dalam setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia. Pemerintah menerbitkan uu no.17 tahun 2012 perkoperasian sebagai pengganti uu no.25 tahun 1992. Pembaharuan undang-undang tersebut diharapkan untuk pembangunan koperasi untuk mewujudkan koperasi yang kuat dan mandiri, mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan tata ekonomi nasional dan global, dalam arus ekonomi globalisasi dan liberalisasi.
Dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Mengatur tentang ketentuan nilai dan prinsip koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dan peranan pemerintah.
UU RI Nomor 17 Tahun 2012, Ditetapkannya badan hukum dengan legalitas akta otentik dengan adanya landasan hukum, anggaran dasar  memperjelas keberadaan organisasi koperasi,. Yang bermakna koperasi mesti menjadi pelaku ekonomi sesungguhnya dan suatu saat akan melakukan hal-hal yang bersifat perdata. (Setyo Heriyanto, 2013)
Koperasi harus dipandang sebagai suatu sistem ekonomi yang memiliki ciri-ciri mandiri, seperti halnya sistem-sistem ekonomi lainnya. Kemandirian merupakan salah satu prinsip dasar koperasi. Dalam penjelasan atas undang-undang Republik Indonesia No 17 tahun 2012 tentang perkoperasian, yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri. (Lembar Negara tahun 2012 no 212)
Akan tetapi dalam UU RI Nomor 17 Tahun 2012 pada pasal 66 ayat 2 yang menyatakan bahwa modal koperasi bisa juga datang dari modal penyertaan (luar) dan hal ini dapat melemahkan atau menghapus unsur keswadaayaan modal anggota. (Paskalis X.H dan Kosma LB, 2013)

Permasalahan lain yang dihadapi dalam pemberdayaan koperasi adalah belum meluasnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan dan insentif yang unik/khas dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Di samping itu, masih banyak masyarakat yang kurang memahami prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang benar dalam berkoperasi.
Pelegalan koperasi sebagai badan hukum dengan adanya landasan hukum dan anggaran dasar merupakan tahap awal pembentukan organisasi koperasi yang professional. Konsep Good governance adalah konsep pembaharuan untuk kantor pemerintah. Terlebih dalam aplikasinya berkembang sebagai konsep good corporate governance”. Organisasi terkelola dengan baik atau menerapkan good governance, maka organisasi ini terkelola oleh sistem, bukan oleh orang (subyektif). Kesiapan, kelengkapan aturan, mekanisme di internal organisasi koperasi menciptakan satu kondisi yang memungkinkan mesin organisasi berjalan mengikuti system yang terbentuk itu. Disinilah letak kunci good governance cooperative, sebagai upaya dan instrumen untuk menata organisasi untuk mampu terkelola di atas sistem. (Prijambodo Widiaiswara, 2012)

1.2       Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk Pemberdayaan koperasi melalui program koperasi mandiri dengan disahkannya Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang No 17 tahun 2012?











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Definisi dan Landasan Koperasi
Koperasi berasal dari bahasa Latin, yaitu co yang berarti bersama dan operare berarti bergerak berusaha. Jadi secara singkat dalam koperasi harus ditunjukkan kebersamaan dalam menjalankan usaha (Suratal HW, 1993).
Definisi koperasi menurut (international cooperative  alliance) ICA, adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. (Bab I, Pasal 1)
Menurut UU terbaru No 17 Tahun 2012. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi
Dalam konteks demokrasi, koperasi merupakan serangkaian kegiatan perekonomian yang meliputi produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh semua warga masyarakat, untuk masyarakat, dan pengelolaan dan pengawasannya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Dengan kata lain prinsip ekonomi kerakyatan dan demokrasi ekonomi secara nyata tercermin dalam bentuk koperasi yang berasaskan kekeluargaan (Tjahjono Widarmanto, 2008)
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ketentuan tersebut sesuai dengan pinsip koperasi, karena itu koperasi mendapat misi untuk berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang-seorang.
Sebagai organisasi sosiol-ekonomi, koperasi bergerak untuk mencapai tujuannya. Tujuan koperasi Menurut UU No 17 Tahun 2012 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Orientasi koperasi: (1) Sebagai organisasi sosiol-ekonomi, koperasi bergerak untuk mencapai tujuannya. (2) Tujuan universal koperasi “mempromosikan anggota”. Dengan  “meningkatkan kesejahteraan anggota”. (3) Sukses  koperasi  harus diukur dari  keberhasilannya mempromosikan anggota/meningkatkan kondisi ekonomi anggota(4) Bila anggota merupakan unit  usaha,maka koperasi bertugas memperkuat dan mengembangkan usaha anggota.(5) Bila anggota adalah unit komsumsi, maka koperasi bertugas meningkatkan kemampuan /kebutuhan komsumsi anggotanya
Ada 3 ( tiga ) komponen jati diri koperasi, yaitu: organisasi koperasi,  nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip koperasi, organisasi koperasi menjelaskan pengertian umum koperasi. Nilai-nilai koperasi, memuat  faktor-faktor nilai (value) yang melandasi pertimbangan  pengambilan keputusan dalam organisasi koperasi. Dan prinsip-prinsip koperasi merupakan penjabaran dari nilai-nilai koperasi, dimana secara normatif dalam undang-undang, memuat acuan dasar yang perlu dipenuhi sebagai ciri dari bentuk organisasi koperasi sekaligus menjadi dasar pengembangan kegiatan usaha koperasi.
Jati diri koperasi menunjuk pada fokus kegiatan utama koperasi yaitu melayani anggota sebagai pendiri dan sekaligus sebagai pemilik yang tercermin dalam perundang-undangan koperasi
Inti dari norma-norma atau aturan-aturan adalah nilai Koperasi, yaitu konsep-konsep atau pengertian-pengertian yang dipahami, dihayati, dan dianggap bermanfaat serta disepakati oleh sebagian besar anggota masyarakat Koperasi untuk dijadikan pengikat di dalam berperilaku kelompok koperasi. Nilai-nilai koperasi ada dua macam: (1) Ide-ide dasar dan Etika dasar; merupakan falsafah dasar koperasi. (2) Prinsip dasar, yaitu pedoman instrumental bagi praktek koperasi. Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi Menurut UU No 17 Tahun 2012 yaitu:
1.         Kekeluargaan;
2.         Menolong diri sendiri;
3.         Bertanggung jawab;
4.         Demokrasi;
5.         Persamaan;
6.         Berkeadilan; dan
7.         Kemandirian
Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu:
1.         Kejujuran;
2.         Keterbukaan;
3.         Tanggung jawab; dan
4.         Kepedulian terhadap orang lain.
Prinsip Koperasi adalah ide-ide yang tidak berubah-ubah ( invariable) ataupun petunjuk yang menentukan sifat-sifat/ciri-ciri penting dari suatu perkumpulan koperasi sebagi suatu bentuk organisasi yang membedakan koperasi dari bentuk-bentuk organisasi lainnya (H.Munkher). Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud menjadi sumber inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan organisasi dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya. Adalah ide-ide atau petunjuk yang menentukan sifat-sifat atau ciri-ciri penting suatu perkumpulan koperasi sebagai bentuk organisasi yang membedakan koperasi dari bentuk-bentuk organisasi lainnya.
Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi Menurut UU No 17 Tahun 2012 yang meliputi:
1.      Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
2.      Pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
3.      Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
4.      Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
5.      Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
6.      Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
7.      Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota
Cita-cita merupakan bagian ideal dari Koperasi, yaitu harapan-harapan jauh ke depan, bagaimana wujud yang dianggap paling sempurna dari organisasi ekonomi tersebut. Koperasi harus dipandang sebagai suatu sistem ekonomi yang memiliki ciri-ciri mandiri, seperti halnya sistem-sistem ekonomi lainnya.

2.2       Undang-Undang Koperasi
Dalam sejarahnya, koperasi sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis (Moene dan Wallerstein, 1993). Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.
Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di Negara berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan (Soetrisno, 2001 dikutip Tulus Tambunan, 2008).
Di Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam (UUD) Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 mengenai  sistem perekonomian nasional. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibentuk departemen atau kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri. (Tulus Tambunan, 2008)
Undang-undang koperasi harus menggambarkan karakteristik koperasi, mencerminkan jati diri koperasi ( nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi). Karena Tujuan undang-undang koperasi adalah untuk meyakinkan bahwa praktek-praktek pada kenyataannya merealisasikan prinsip-prinsip koperasi tersebut.
Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam koperasi
1.   Koperasi haruslah mengikuti  prinsip-prinsip yang telah dirumuskan dalam  UU perkoperasian dan   ICA.
2.   Kegiatan  koperasi adalah menjalankan     usaha dan anggotanya adalah  sebagai pemilik dan sebagai  pengguna jasa pelayanan/pelanggan
3.   Koperasi  akan  tumbuh menjadi  kuat ,     sehat,mandiri dan tangguh  bila  kebijakan  perkoperasian  berpijak pada         nilai  nilai  koperasi,  sistem  ekonomi kerakyatan  akan terwujud  bila         melibatkan, menguatkan   dan mengembangkan koperasi (orientasi UU No 17/2012).
(UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 Mengatur nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang disesuaikan dengan keputusan kongres ICA tahun 1995. Dimana pada Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992.Pengaturan mengenai Prinsip koperasi belum sesuai dengan keputusan kongres ICA tahun 1995 di Manchester, Inggris (Edy Purwanto 2013)
Jika kita kembali pada definisi yang ada, koperasi Indonesia telah diberi devinisi sebagai bentuk lembaga ekonomi yang berwatak sosial. Dalam lingkup pengertian seperti itu, banyak pihak yang menafsirkan koperasi Indonesia semata-mata hanya sebagai suatu lembaga dalam arti yang sempit, yaitu organisasi atau badan hukum yang menjalankan aktivitas ekonomi dengan tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Padahal menurut pasal 33 UUD 1945, koperasi ditetapkan sebagai bangun usaha yang sesuai dalam tata ekonomi kita berlandaskan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu seyogyanya koperasi perlu dipahami secara lebih luas yaitu sebagai suatu kelembagaan yang mengatur tata ekonomi berlandaskan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Jiwa dan semangat kebersamaan serta kekeluargaan itulah yang perlu ditempatkan sebagai titik sentral dalam memahami pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya secara lebih luas dan mendasar. Dengan pemahaman demikian, jelaslah bahwa dalam demokrasi ekonomi jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan juga harus dikembangkan dalam wadah pelaku ekonomi lain, seperti BUMN dan swasta, sehingga ketiga wadah pelaku ekonomi tersebut dijamin keberadaannya dan memiliki hak hidup yang sama di negeri ini.
Indonesia termasuk salah satu negara yang menerbitkan perundang-undangan yang khusus mengatur koperasi. dituangkan dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 25 Tahun 1992. Pembangunan koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi kuantitas, hasil pembangunan tersebut sungguh membanggakan ditandai dengan jumlah koperasi di Indonesia yang meningkat pesat. Namun ditinjau dari segi kualitas, masih perlu diperbaiki sehingga mencapai kondisi yang diharapkan.
Banyak faktor yang menghambat kemajuan koperasi. Hal tersebut berakibat pada pengembangan dan pemberdayaan koperasi sehingga sulit untuk mewujudkan koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan meningkatkan kerjasama, potensi, dan kemampuan ekonomi anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Permasalahan khusus yang dihadapi dalam pemberdayaan koperasi adalah belum meluasnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan dan insentif yang unik/khas dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Di samping itu, masih banyak masyarakat yang kurang memahami prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang benar dalam berkoperasi.
Koperasi juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. koperasi nasional dalam kebijakan pemerintah selayaknya mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasian sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi anggotanya, karena sudah tidak selaras dengan kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasian di Indonesia dan dirasa sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan dan pemberdayaan koperasi, terlebih tatkala dihadapkan pada perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan.
Dengan dasar itulah. Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mendorong percepatan realisasi atau revisi Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992. Pada medio Oktober 2012. Dewan Perwakilan Rakyat melalui Sidang Paripurna menyetujui Rancangan Undang-undang Perkoperasian Terbaru dan ditetapkannya undang-undang baru yaitu Undang-undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.
Dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Mengatur tentang ketentuan nilai dan prinsip koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dan peranan pemerintah. Beberapa hal yang membedakan UU No. 25 Tahun  1992 dengan UU No. 17 Tahun  2012 antara lain: Nilai Pendirian dan Nama Koperasi;  Keanggotaan Pengurus dan Pengawas, Modal Koperasi; Jenis koperasi – Setiap koperasi mencantumkan anggaran dasar koperasi, – Jenis koperasi: Konsumen, Produsen, Simpan pinjam; KSP( Koperasi Simpan Pinjam) dan LPKSP (Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam); dan Pengawasan.
Undang-undang ini menegaskan bahwa pemberian status dan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan mengenai hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab menteri. Selain itu pemerintah memiliki peran dalam menetapkan kebijakan serta menempuh langkah yang mendorong koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam menempuh langkah tersebut, pemerintah wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi dan independensi koperasi tanpa melakukan campur tangan terhadap urusan internal koperasi. Diharapkan adanya undang-undang baru ini dapat diwujudkan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri dan tangguh, serta terpercaya sebagai entitas bisnis, yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi. (Sugianto, 2012)
Ada enam substansi penting yang harus disosialisasikan kepada masyarakat dan gerakan koperasi yang dirumuskan bersama antara Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Hukum Dan Ham serta Dewan Perwakilan Rakyat.
Pertama, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menjadi dasar penyelarasan bagi rumusan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sesuai dengan hasil kongres International Cooperative Alliance (ICA).
Kedua, untuk mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum, maka pendirian koperasi harus melalui akta otentik. Pemberian status dan pengesahan perubahan anggaran dasar merupakan wewenang dan tanggungjawab Menteri.
Ketiga, dalam hal permodalan dan selisih hasil usaha, telah disepakati rumusan modal awal Koperasi, serta penyisihan dan pembagian cadangan modal. Modal Koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal. Selisih hasil usaha, yang meliputi surplus hasil usaha dan defisit hasil usaha, pengaturannya dipertegas dengan kewajiban penyisihan kecadangan modal, serta pembagian kepada yang berhak.
Keempat, ketentuan mengenai Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencakup pengelolaan maupun penjaminannya. KSP ke depan hanya dapat menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman kepada anggota.
Koperasi Simpan Pinjam harus berorientasi pada pelayanan pada anggota, sehingga tidak lagi dapat disalahgunakan pemodal yang berbisnis dengan badan hukum koperasi. Unit simpan pinjam koperasi dalam waktu 3 (tiga) tahun wajib berubah menjadi KSP yang merupakan badan hukum koperasi tersendiri. Selain itu, untuk menjamin simpanan anggota KSP diwajibkan menjaminkan simpanan anggota. Dalam kaitan ini pemerintah diamanatkan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam (LPS - KSP) melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah yang sangat fundamental dalam pemberdayaan koperasi, sehingga koperasi dapat meningkatkan kepercayaan anggota untuk menyimpan dananya di koperasi.
Pemerintah juga memberi peluang berkembangnya koperasi dengan pola syariah yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kelima, pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi akan lebih diintensifkan. Dalam kaitan ini pemerintah juga diamanatkan untuk membentuk Lembaga Pengawas Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) yang bertanggung jawab kepada Menteri melalui peraturan pemerintah.
Hal tersebut dilakukan pemerintah, merupakan upaya nyata agar KSP benar-benar menjadi Koperasi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, dan sebagai entitas bisnis yang dapat dipercaya dan sejajar dengan entitas bisnis lainnya yang telah maju dan berkembang dengan pesat dan profesional.
Keenam, dalam rangka pemberdayaan koperasi, gerakan koperasi didorong membentuk suatu lembaga yang mandiri dengan menghimpun iuran dari anggota serta membentuk dana pembangunan, sehingga pada suatu saat nanti. Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) akan dapat sejajar dengan organisasi Koperasi di negara-negara lain, yang mandiri dapat membantu Koperasi dan anggotanya. (Sugianto, 2012)

2.3       Perkembangan Koperasi
Secara umum globalisasi mengandung arti terbukanya ekonomi nasional bagi pengaruh negara-negara lain di seluruh dunia sejalan dengan kecenderungan terciptanya sebuah tata ekonomi dunia yang terbuka. Selanjutnya liberalisasi berarti pembebasan aktivitas ekonomi internasional dari segala bentuk hambatan yang ditetapkan melalui kebijakan nasional, baik berupa hambatan tarif maupun non-tarif.
Untuk konteks di Indonesia, pengaruh globalisasi tampak dari kerangka kebijakan pemerintah seperti tampak pada: 1) penerapan sistem nilai tukar mengambang, 2) kebijakan investasi yang membuka diri bagi masuknya modal asing, 3) transfer teknologi dari luar negeri yang terus didorong oleh pemerintah, dan 4) pengembangan dan perluasan fungsi pasar modal. (Wahyudi Kumorotomo)
Globalisasi sebagai suatu fenomena yang menghilangkan batas-batas negara akan mengarah pada kondisi terjadinya proses konvergensi atau penyatuan pada berbagai aspek kehidupan. Berbagai aspek kehidupan cenderung mengarah pada suatu standar global, mulai dari sistem nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat, hingga praktek berbisnis dan lain sebagainya. Proses konvergensi ini dipercepat oleh apa yang dikenal dengan istilah Tripple-T Revolution, yaitu terjadinya perubahan yang sangat cepat pada bidang telekomunikasi, transportasi, dan tourism.
Dalam era perdagangan dan investasi global, setiap pelaku ekonomi dan konsumen memiliki akses yang mudah dan cepat terhadap penguasaan input produksi, informasi, teknologi, produk/jasa, dan transportasi. Barang dan jasa tersedia di mana-mana dengan kwalitas tinggi dan harga murah. Sehingga siapa yang paling mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen, akan mempunyai salah satu keunggulan penting dalam membangun kemampuan daya saingnya.
Semakin mengglobalnya keuangan dunia berbarengan dengan semakin mengglobalnya perdagangan dunia membuat saling ketergantungan dalam sistem perekonomian dan keuangan antarnegara semakin kuat. Hal ini menyebabkan sistem ekonomi dan keuangan nasional semakin menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi dan keuangan global. Berbagai hambatan, seperti proteksionisme perdagangan, pembatasan investasi asing, dan kebijakan moneter yang mengekang arus modal/devisa jadi tidak relevan lagi. Namun, di sisi lain, semakin kuat ketergantungan ini juga memperbesar resiko terjadinya goncangan atau krisis ekonomi/keuangan bagi setiap negara, seperti dalam kasus krisis keuangan di Asia Tenggara pada tahun 1997/98. Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara individu. (Tulus Tambunan, 2008)
Selaras dengan itu, kebijakan yang berpihak (affirmative policy) terhadap Koperasi dan UMKM, telah menjadi harapan yang berkembang luas di tengah tumbuhnya kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap nasib ekonomi rakyat. Oleh karena itu, selain pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, aspek penting yang menjadi agenda besar dalam proses pembangunan ekonomi hari ini dan ke depan adalah kemandirian ekonomi nasional dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam hal ini, pemberdayaan Koperasi berkaitan langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan bagi sebagian besar rakyat Indonesia (pro poor), selain itu potensi dan peran strategisnya telah terbukti menjadi penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi nasional (pro growth). Keberadaan Koperasi dan UMKM yang dominan sebagai pelaku ekonomi nasional juga merupakan subyek vital dalam pembangunan, khususnya dalam rangka perluasan kesempatan berusaha bagi wirausaha baru dan penyerapan tenaga kerja serta menekan angka pengangguran (pro job) serta pro environment.(Renstra 2012-2014)
Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Data tahun 2010 ada 177.482 unit koperasi, tahun 2011 terdapat 188.181 unit terdapat peningkatan 6.03% atau meningkat 10.699 unit. dengan jumlah anggota tahun 2010 30.461.121 dan tahun 2011 30.849.913 anggota, meningkat 1.28% atau sebanyak 388.793 orang. (Laporan tahunan, 2011)
Tahun 2012, peningkatan jumlah koperasi sebesar 3,3 persen sehingga secara akumulatif menjadi 194.295 unit. Jumlah anggota koperasi juga meningkat sebesar 9,8 persen yaitu dari 28,1 juta orang pada tahun 2011 menjadi 30,8 juta orang pada tahun 2012. Perbaikan kinerja koperasi juga ditunjukkan dari peningkatan proporsi koperasi aktif dari 71,0 persen pada tahun 2011 menjadi 71,7 persen pada tahun 2012. Proporsi koperasi aktif yang menjalankan rapat anggota tahunan (RAT) sebagai bentuk akuntabilitas koperasi juga meningkat dari 43,4 persen pada tahun 2011 menjadi 47,4 persen pada tahun 2012. (RKP 2014)
Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan koperasi dan UMKM yaitu daya saing koperasi dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang rendah. Saat ini, koperasi belum berperan secara optimal dalam meningkatkan efisiensi usaha dan posisi tawar UMKM yang menjadi anggotanya. Hal tersebut tercermin dari skema bisnis yang masih terbatas, posisi tawar koperasi produksi yang masih rendah, kapasitas SDM yang rendah, serta kerja sama usaha yang masih terbatas Sementara itu daya saing UMKM yang rendah ditunjukkan oleh produktivitas UMKM (Rp.86,1 juta/unit) yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas usaha besar (Rp.678,8 miliar/unit). Pada tahun 2012 kesenjangan juga tampak pada sektor manufaktur, dimana produktivitas industri skala mikro, kecil dan menengah (Rp.153,1 miliar/unit) yang lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas industri skala besar (Rp.553,6 miliar/unit). Kontribusi UMKM terhadap nilai ekspor non migas masih berfluktuasi antara 14-18 persen pada periode 2005-2011, meskipun terdapat peningkatan dalam satu tahun terakhir. Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan daya saing koperasi dan UMKM yaitu perlunya keterpaduan program dan kegiatan mulai dari hulu sampai hilir. (RKP 2014)
Khusus terkait dengan koperasi, program dan kegiatan perlu diarahkan untuk menjadikan koperasi sebagai badan usaha yang mandiri, dan mampu memfasilitasi usaha anggotanya, serta berkontribusi dalam pengurangan angka kemiskinan, pembangunan ekonomi lokal dan penguatan pasar domestik. Akselerasi peningkatan kapasitas UMKM juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam memanfaatkan peluang usaha yang diciptakan dari pertumbuhan ekonomi, perdagangan yang semakin terbuka, dan peningkatan investasi. Kedua upaya tersebut sangat penting bagi koperasi dan UMKM terutama dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin tinggi, termasuk terkait rencana penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. (RKP 2014)
Tempo Interaktif (Minggu, 18 Maret 2007), Ketua Dewan Koperasi Indonesia Adi Sasono menilai pertumbuhan anggota koperasi simpan-pinjam di Indonesia masih rendah. Hal itu terlihat pada kecilnya tingkat keanggotaan koperasi yang hanya 20% dari 150 juta penduduk dewasa Indonesia. Adi menjelaskan bahwa rendahnya pertumbuhan anggota koperasi di Indonesia karena koperasi belum berperan sebagai penggerak roda ekonomi nasional. Masyarakat juga belum memandang koperasi sebagai tempat simpan dan pinjam serta mengembangkan UKM. Menurutnya, orang masih mengandalkan perusahaan besar sebagai kesempatan kerja dibanding membuat usaha sendiri yang bisa membuka peluang kerja untuk orang lain. Adi menegaskan bahwa ke depan, jika koperasi ingin tetap hidup dan bahkan berkembang di tengah-tengah ekonomi yang semakin dikuasai oleh unit-unit bisnis modern, koperasi harus meningkatkan standar pelayanan dan melakukan audit secara berkala, supaya peran koperasi dalam meningkatkan roda ekonomi meningkat. Ia mengatakan bahwa koperasi jangan hanya mengandalkan bantuan pemerintah saja, tapi juga harus mampu menggerakkan anggotanya untuk berpartisipasi aktif.
Kualitas perkembangan koperasi selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.
Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. (Tulus Tambunan, 2008)

2.4       Pemberdayaan Koperasi mandiri
Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Sayangnya, seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto (1998), dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang "jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Kecenderungan perubahan dunia strategis telah berlangsung sejak awal 80-an. Hal ini ditandai dengan resesi ekonomi dunia dan kemudian diikuti dengan krisis di bidang moneter, perdagangan internasional serta fluktuasi harga minyak bumi dan komoditi ekspor pertanian. Semua perubahan tersebut menuntut peningkatan daya saing negara-negara berkembang melalui efisiensi dan produktivitas.
Apakah lembaga yang namanya koperasi bisa survive atau bisa bersaing di era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia? Apakah koperasi masih relevan atau masih dibutuhkan masyarakat, khususnya pelaku bisnis dalam era modern sekarang ini? Jawabnya: ya. Buktinya bisa dilihat di banyak negara maju.
Di negara maju koperasi lahir dan tetap ada karena satu hal, yakni adanya distorsi pasar yang membuat sekelompok petani atau produsen kecil secara individu tidak akan mampu menembus atau bermain di pasar secara optimal. Oleh karena itu, mereka melakukan suatu kerjasama yang dilembagakan secara resmi dalam bentuk suatu koperasi. Demikian juga lahirnya koperasi simpan pinjam atau kredit. Karena banyak masyarakat tidak mampu mendapatkan pinjaman dari bank komersial konvensional, maka koperasi kredit menjadi suatu alternatif. Jadi, di negara maju, koperasi produsen, misalnya, adalah suatu cara bagi sekelompok produsen untuk bisa survive di dalam persaingan pasar, bukan untuk menggantikan sistem pasar yang berlaku. Selama ada distorsi pasar, selama ada kelompok produsen atau petani lemah atau masyarakat yang ”termarjinalisasi”, koperasi akan tetap ada.
Esensi globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan yang akan semakin pesat di masa depan adalah semakin menghilangnya segala macam hambatan terhadap kegiatan ekonomi antar negara dan perdagangan internasional. Melihat perkembangan ini, prospek koperasi Indonesia ke depan sangat tergantung pada dampak dari proses tersebut terhadap sektor bersangkutan. (Tulus Tambunan, 2008)
Pemerintah merespon perubahan tersebut antara lain melalui berbagai kebijakan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan, moneter, penanaman modal, perpajakan, kebijakan perijinan untuk mendorong terwujudnya efisiensi peningkatan produktivitas nasional. Bersamaan dengan itu, dalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas nasional tersebut maka semua lembaga ekonomi harus berubah ke arah profesional. Koperasi, sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional juga harus terus ditingkatkan kemampuan manajerial dan keterampilannya sehingga menjadi badan usaha yang profesional dan tangguh. Dengan pendekatan ini koperasi akan mampu melaksanakan kegiatan usahanya secara efisiensi tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya.
Dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Mengatur tentang ketentuan nilai dan prinsip koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dan peranan pemerintah. Hal yang menjadi poin kemandirian koperasi dari regulasi baru dalam UU RI Nomor 17 Tahun 2012,adalah tentang pemberian status badan hukum dari undang-undang sebelumnya badan usaha. Ditetapkannya badan hukum dengan legalitas akta otentik dengan adanya landasan hukum, anggaran dasar  memperjelas keberadaan organisasi koperasi, hal tersebut diharapkan untuk pembangunan koperasi untuk mewujudkan koperasi yang kuat dan mandiri.
Salah satu dari prinsip koperasi diantaranya adalah kemandirian. Kemandirian hanya terwujud jika ada kejelasan tugas masing-masing organisasi, dapat terselenggaranya tugas itu sesuai fungsi yang digariskan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Kondisi sebaliknya akan terjadi, jika tidak/belum ada kejelasan tugas masing-masing organisasi, sukar menjalankan fungsi sesuai kinerja yang digariskan (Prijambodo Widiaiswara, 2012).
Perjalanan koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah (bahkan berlebihan) sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di dalam sistem perekonomian Indonesia. Sebagai soko guru perekonomian.
Teridentifikasi terdapat 7 masalah kualitatif yang dialami Koperasi Indonesia, yaitu “Citra”, “Kemandirian”, “Kualitas SDM”, “Manajemen/Governance”, “Ketersediaan dan Akses Permodalan”, dan “Jaringan Usaha”(Suryadharma Ali, 2004).
Rahardjo (2002) mempertanyakan apakah yang menjadi kunci keberhasilan perkembangan koperasi di Indonesia adalah peran pemerintah ataukah sepenuhnya ditentukan oleh pasar. Memang sejak krisis ekonomi 1997/98, peran pemerintah telah menyurut. Bank Indonesia tidak lagi menyediakan kredit program melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Departemen Koperasi dan UKM telah direduksi peranannya menjadi Kantor Menteri Negara. Bahkan Badan Pengembangan Koperasi dan UKM yang tadinya berfungsi operasional dan dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah dihapus juga. Apakah ini berarti kehancuran bagi masa depan koperasi, atau, sebaliknya, menjadi suatu dorongan bagi kemandirian koperasi di Indonesia? Mengingat pengalaman peranan pemerintah di masa lalu yang melemahkan kemandirian koperasi, maka timbul pandangan bahwa koperasi justru akan bisa bangkit melalui mekanisme pasar. (Tulus Tambunan, 2008)

Selama ini, berbagai bantuan modal kerja kepada koperasi atau pun bantuan lainnya kepada masyarakat semakin membuat masyarakat tidak berdaya dan bergantung. Bahkan secara kasat mata dapat dikatakan bahwa bantuan beras miskin (raskin) dan bantuan langsung sementara masyarakat (blsm atau balsem) saat ini merupakan musuh besar kemandirian dan martabat manusia. Sebab melalui berbagai program apalagi bersifat proyek akan semakin mematikan kreativitas masyarakat untuk berusaha sekeras mungkin mempertahankan hidup (e’lan vitae) dan semakin meninabobokan masyarakat penerima.
Jati diri koperasi (kredit) mencakup empat pilar utama yakni pendidikan, kemandirian (swadaya), solidaritas dan inovasi. Kemandirian berarti membangun kekuatan sendiri. Kemandirian koperasi mewujud dalam bentuk modal yang dimiliki koperasi, yakni modal yang diperoleh dari anggota. Itu berarti koperasi hendak menegaskan kepada anggotanya bahwa yang menolong diri para anggota adalah anggota itu sendiri. Dengan demikian, kesulitan anggota hanya ditolong oleh anggota itu sendiri dalam kebersaman dengan anggota yang lain. Anggota koperasi sekali-kali tidak boleh mengharapkan bantuan modal dari pihak lain guna menolong dirinya. Oleh karena itu, modal yang dipinjamkan kepada anggota adalah benar-benar modal anggota. Kemandirian dalam menolong kesulitan diri sendiri dengan memanfaatkan modal dalam kebersamaan menanamkan rasa percaya diri di dalam anggota koperasi bahwa sesungguhnya anggota koperasi memiliki kapasitas dalam memberdayakan dirinya. Dengan kesadaran ini, maka tertanam dalam diri anggota koperasi rasa bangga akan kekuatan sendiri.
Melalui semangat kemandirian, gerakan koperasi (kredit) membangun kekuatan masyarakat setempat berlandaskan pada filosofi pemberdayaan Wilhelm Frederich Raiffesien, pendiri koperasi kredit atau credit union di Jerman, Barat (1856) yakni “hanya orang miskin yang dapat mengatasi kesulitannya sendiri” dengan cara menabung dari apa yang ada pada orang miskin, dipinjamkan kepada orang miskin untuk pengembangan ekonomi rumah tangganya.
Sewajarnya koperasi harus dipandang sebagai suatu sistem ekonomi yang memiliki ciri-ciri mandiri, seperti halnya sistem-sistem ekonomi lainnya. Dalam penjelasan atas undang-undang Republik Indonesia No 17 tahun 2012 tentang perkoperasian, yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri. (Lembar Negara tahun 2012 no 212)
Jati diri koperasi yang kaya akan nilai-nilai sosial demi pembangunan karakter kehidupan masyarakat harus senantiasa dirawat dan dilestarikan secara konsisten. Kemandirian koperasi dalam hal modal kerja akan berbenturan dengan tawaran (godaan) modal yang datang dari luar koperasi, apalagi UU No. 17/2012 membolehkannya.
Rumusan UU No. 17/2012 yang membolehkan masuknya modal dari luar tentu bertujuan untuk memperbesar dan memperkuat modal koperasi. Bahkan dengan tujuan yang sama seperti produk hukum ini, tawaran modal yang datang dari luar ini boleh jadi menggiurkan, baik dalam bentuk jumlah maupun dalam prosedur pengembaliannya.
Meskipun tujuan masuknya modal dari luar demikian bagus, namun pada sisi yang lain, masuknya modal ini dapat meredupkan bahkan mematikan kemandirian modal koperasi. Hal ini dapat terjadi karena dengan masuknya modal dari luar, koperasi mengalami ketergantungan pada modal dari luar.
Ketergantungan terhadap modal dari luar justru membahayakan eksistensi kemandirian koperasi. Koperasi bukan lagi bersandar pada modal sendiri yang diperoleh dari simpanan anggota tetapi beralih kepada kekuatan modal dari luar. Dengan demikian aliran modal dari luar dapat saja melemahkan kemandirian koperasi bahkan modal yang terlampau besar dapat mematikan koperasi..
Untuk itu, UU Koperasi Nomor 17 Thn 2012 pada pasal 66 ayat 2 yang menyatakan bahwa modal koperasi bisa juga datang dari modal penyertaan tidak boleh melemahkan atau menghapus unsur keswadaayaan modal anggota sebab pemodal utama koperasi (kredit) sejati adalah anggota.
Para pelaku koperasi perlu ditegaskan bahwa tatanan kehidupan sosial dan ekonomi dalam kebersamaan hanya dapat dibangun dalam koridor nilai-nilai kemandirian, kejujuran, saling percaya, gotong-royong dan setiakawan (Paskalis X.H dan Kosma LB, 2013)
Dikembalikan kepada konsisten dengan amanat dan batasan yang ada dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, yaitu koperasi dibangun dan membangun dirinya. Pendekatan koperasi dibangun, berarti ada komitmen dan keberpihakan dari pemerintah dan masyarakat yang memungkinkan koperasi itu tumbuh dan berkembang sedangkan koperasi membangun dirinya, berarti harus ada komitmen, partisipasi dan upaya proaktif dari anggota, pengelola dan pengurus koperasi itu sendiri untuk mengembangkan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya. (Tjahjono Widarmanto, 2008)
Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. Secara universal Koperasi didirikan dan dibangun untuk menciptakan sistem sosial ekonomi alternatif yang bisa lebih menjamin adanya pemerataan yang lebih adil bagi sesama (anggota masyarakat lemah) sehingga penguasaan ekonomi tidak terkonsentrasi pada sekelompok kecil orang atau badan usaha. Sebagai gerakan, koperasi percaya akan ide mulia demokrasi, kesetaraan, keadilan sosial, kebebasan, dan kemandirian. Adalah hak setiap anggota koperasi untuk bisa mencapai dan menikmati kesejahteraan berkat terjalinnya kerjasama dengan para anggota lainnya, sehingga kesejahteraan demikian merupakan andil bagi kesejahteraan masyarakat luas. Sebagai gerakan, koperasi harus memelihara dan mempromosikan idealisme ini, dengan membangun struktur vertikal dan horizontal yang effektif.( Robby Tulus, 2008)

2.5       GGC (GOOD GOVERNANCE COOPERATIVE)
Kalau sekelompok orang bersepakat untuk mendirikan koperasi, mereka dari sejak semula mereka sudah harus menanam aspirasi untuk memecahkan masalah yang mereka alami secara bersama di komunitas atupun lingkungan kerja mereka. Masalah ini haruslah demikian pentingnya, sehingga tanpa adanya kegiatan bersama atau kerjasama masalah ini tidak akan bisa dipecahkan. Mereka bersedia menjadi anggota koperasi bukan untuk mengejar kepentingan pribadinya semata-mata, namun untuk memecahkan masalah sosial ekonomi mereka bersama sehingga memberi manfaat bagi komunitas secara keseluruhan.
Intinya, koperasi adalah agen PERUBAHAN sosial ekonomi, dan anggota koperasi menjadi sokogurunya.  Perubahan itu bisa berupa perubahan ekonomis nyata,  karena koperasi berhasil melayani anggota dengan produk dan jasa yang sama mutunya dengan sektor swasta namun dengan biaya yang lebih rendah. Perubahan juga bisa berdimensi sosial karena koperasi membuka kesempatan bagi anggota untuk ikut aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dari masalah penting yang mereka hadapi bersama.  Dengan demikian KOPERASI menjawab masalah yang muncul dalam masyarakat dan membuka peluang meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Menciptakan PERUBAHAN berarti menghadapi tantangan yang tidak mudah. Dalam hal koperasi pemasaran, misalnya, para anggota sebagai individu harus berikhtiar menjaga mutu produksi mereka masing-masing secara konsisten, sementara koperasi sebagai lembaga harus mampu mengelola pemasaran produknya dalam persaingan ketat dengan para tengkulak maupun bisnis pemasaran swasta lainnya. Ini berarti bahwa manajemen koperasi harus benar-benar ampuh dan canggih untuk menopang angin yang dihembuskan para pesaing koperasi, dan tidak sampai terkooptasi oleh mereka
Untuk bisa mencapai PERUBAHAN sosial ekonomi yang diharapkan, maka ada beberapa elemen penting yang harus senantiasa diperhatikan oleh KOPERASI: Harus adanya keterlibatan dan partisipasi aktif anggota secara individual/ personal. Karenanya, anggota harus diberi pendidikan, pelatihan dan informasi yang teratur dan transparan, agar mereka bisa mengerti hak dan kewajiban mereka, dan terus menyadari bahwa mereka adalah pemilik, pengendali, pemodal dan juga pengguna (Robby Tulus, 2012)
Fajri (2007) berpendapat bahwa pengembangan koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Menurutnya, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global. Dari kemungkinan banyak faktor penyebab kurang baiknya perkembangan koperasi di Indonesia selama ini, Fajri menganggap bahwa salah satunya yang paling serius adalah masalah manajemen dan organisasi. (Tulus Tambunan, 2008)
UU RI Nomor 17 Tahun 2012. Ditetapkannya badan hukum dengan legalitas akta otentik dengan adanya landasan hukum  memperjelas keberadaan organisasi koperasi, Memperkuat kelembagaan koperasi, yang mencakup peningkatan kualitas organisasi dan badan hukum koperasi, ketatalaksanaan koperasi, dan keanggotaaan koperasi, serta penguatan kapasitas koperasi sesuai dengan amanat Undang-undang No. 17 tahun 2012 tentang perkoperasian.( RKP 2014).
Kompetensi sumber daya manusia seluruh unsur penggerak koperasi, baik itu anggota, pengurus, maupun pengawas harus selalu digali, diasah, dan dikembangkan sehingga muncul pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif dalam pengembangan koperasi. (Tjahjono Widarmanto, 2008)
Konsep Good governance adalah konsep pembaharuan untuk kantor pemerintah. Terlebih dalam aplikasinya berkembang sebagai konsep “tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance”. Penyebutan kata perusahaan atau corporate seolah-olah konsep ini hanya berlaku terbatas untuk lingkup perusahaan saja. Pemahaman seperti ini tentu tidak tepat. Tata kelola yang baik (good governance) maupun tata kelola perusahaan yang baik atau (good corporate governance/GCG), sebenarnya merupakan konsep dan instrumen umum sebagai langkah pembaharuan dalam sistem organisasi. Setiap organisasi seperti perusahaan milik Negara (BUMN), perusahaan milik Daerah (BUMD), perusahaan milik swasta, koperasi, organisasi seperti kantor pemerintah, lembaga atau yayasan nirlaba, dan organisasi lain wajib dikelola dengan baik. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)
Organisasi terkelola dengan baik atau menerapkan good governance, maka organisasi ini terkelola oleh sistem, bukan oleh orang (subyektif). Dalam pengelolaan oleh sistem itulah, maka terwujud keteraturan yang mendasarkan pada aturan, mekanisme dan ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh aturan eksternal (misal Undang-undang) atau aturan internal (misal anggaran dasar,anggaran rumah tangga, statuta). Karena itu, memberi jaminan lebih baik terhadap pemanfaatan sumber daya organisasi menjadi lebih efisien, efektif dan mengurangi pemborosan, penyimpanan dan lain-lain. Pada akhirnya organisasi itu mampu mencapai tujuan yang ditetapkan, dan terjaga kesinambungan hidupnya dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Organisasi yang menerapkan tata kelola perusahaan yang baik missal koperasi, dituntut siap melakukan perubahan dan pembenahan diri, dari kondisi belum berubah menjadi sudah memenuhi kriteria dan persyaratan tata kelola yang baik (good governance). Dengan demikian, tata kelola yang baik atau (good governance), berlaku untuk semua organisasi (universal), baik perusahaan swasta, perusahaan negara, koperasi, organisasi-organisasi sosial, yayasan, kantor pemerintahan. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)
Sebagai inovasi di bidang organisasi dan manajemen, yang memberikan manfaat dan nilai tambah bagi organisasi, sudah sepatutnya koperasi menerapkan tata kelola yang baik yang (good governance cooperative). Good governance cooperative ini merupakan langka re-design organisasi, menuju organisasi yang sehat, transparan, akuntabel, mandiri, responsibel dan wajar dengan tetap mengacu pada nilai dan prinsip-prinsip koperasi.
Menurut Syakhoza (2008) tata kelola perusahaan yang baik (GCG) adalah: suatu mekanisme tata kelola organisasi yang secara baik dalam mengelola sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis dan produktif, memakai prinsip-prinsip terbuka, akuntabel, pertanggung jawaban, kemandirian dan adil, dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Nilai-nilai kunci GCG, yakni : (1) pembaharuan dalam sistem pengelolaan organisasi, (2) pengawasan internal, (3) aturan dan standar (4) organ-organ organisasi (5) peningkatan nilai perusahaan, kepentingan shareholders dan stakeholders.
Ada 5 (lima) prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yaitu ; transparansi, akuntabel, responsibel, mandiri dan adil. Penjelasan masing-masing prinsip dengan mengutip berberapa sumber, antara lain Muh Arief Effendi (2009)

1.         TRANSPARANSI (Transparency).
Penyelenggaraan tata kelola yang baik (GCG) dicirikan oleh terselenggaranya transparansi dalam pengelolaan organisasi. Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai organisasi (koperasi). Dalam bahasa sederhana, transparansi dimaksudkan sebagai keharusan tidak ada yang disembunyikan. Informasi organisasi dapat diakses oleh pihak-pihak yang kompeten, baik shareholders maupun stakeholders, berkaitan dengan antara lain, informasi kinerja organisasi, kinerja keuangan, resiko dan mitigasi. Dalam hal keterbukaan informasi ini, tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan informasi-informasi tertentu yang tidak selalu harus dinyatakan secara terbuka.
2.          AKUNTABILITAS (Accountability).
Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban manajemen organisasi (perusahaan) sehingga pengelolaan organisasi (perusahaan) berjalan efektif. Suatu organisasi dinyatakan mampu meraih tingkat akuntabilitas, apabila organ-organ organisasi mampu berfungsi secara optimal dan mampu mempertanggung jawabkan atas tugas dan fungsinya secara efektif. Organ-organ organisasi, seperti, komisaris, direksi, manajer, satuan pengendali internal/SPI mampu berfungsi sesuai tugasnya. Kondisi ini (akuntabel) hanya dapat terjadi jika, ada kejelasan aturan, tugas, fungsi, mekanisme kerja, job diskripsi setiap organ organisasi. Keberadaan orang (SDM) yang kompeten di masing-masing pos di setiap organ organisasi, serta ada ukuran kinerja yang jelas untuk mengukur prestasi tugas.
3.         KEMANDIRIAN (Independence).
Kemandirian, yaitu suatu keadaan organisasi (perusahaan) dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan/ pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam prinsip kemandirian ini tidak ada dominasi satu pihak kepada pihak lain, dan organisasi tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Prinsip kemandirian ini mengait dengan prinsip akuntabilitas. Kemandirian hanya terwujud jika ada kejelasan tugas masing-masing organ organisasi, dapat terselenggaranya tugas itu sesuai fungsi yang digariskan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Kondisi sebaliknya akan terjadi, jika tidak/belum ada kejelasan tugas masing-masing organ organisasi, sukar menjalankan fungsi sesuai kinerja yang digariskan.
4.         PERTANGGUNGJAWABAN (Responsibility).
Implementasi prinsip pertanggung jawaban dicirikan oleh keberhasilan organisasi memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku, peraturan internal organisasi (perusahaan) seperti anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Selain itu organisasi (perusahaan) juga menunjukkan kepedulian terhadap stakeholders, masyarakat dan lingkungan. Prinsip ini sering tercermin sebagai social responsibility, yang memberi dampak pendukung bagi kelangsungan hidup organisasi (perusahaan) dalam jangka panjang.
5.         KEWAJARAN (Fairness).
Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak shareholders dan stakeholder yang timbul, berdasar perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada 2 (dua) pihak yang perlu memperoleh perhatian. Satu, shareholders dan dua stakeholders. Kedua pihak ini perlu memperoleh perlakukan yang adil, setara dan wajar dalam wujud, antara lain ; memberi kesempatan kepada stakeholders memberikan masukkan, input dan kontribusi yang wajar ; memperoleh perlakukan yang setara dan tidak ada diskriminasi. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)
Implikasi praktis good governance cooperative tercermin pada pengelolaan organisasi koperasi atas dasar sistem, bukan orang. Kesiapan, kelengkapan aturan, mekanisme di internal organisasi koperasi menciptakan satu kondisi yang memungkinkan mesin organisasi berjalan mengikuti system yang terbentuk itu. Disinilah letak kunci good governance cooperative, sebagai upaya dan instrumen untuk menata organisasi untuk mampu terkelola di atas sistem.
Koperasi melakukan pembenahan aspek organisasi, peraturan dan ketentuan internal, mekanisme dan cara kerja, kompetensi, disiplin dan elemen-elemen lain sehingga menjamin terwujudnya 5 prinsip tata kelola yang baik. Tentu, pekerjaan ini memerlukan perubahan mindset para pengurus, pengawas, anggota, manajer, karyawan dan pihak-pihak di internal koperasi.
Elemen good governance cooperative dilengkapi dengan indikator kinerja, standar kinerja, instrumen, mekanisme pengukuran performance masing-masing organ dalam jabatan di koperasi. Pengukuran, penilaian kinerja pengurus dalam tugas pengelolaan koperasi disiapkan dan dikur dengan standar dan mekanisme yang sudah disispkan dalam anggaran dasar, atau anggaran rumah tangga atau peraturan khusus koperasi. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)
Sebagai bahan simulasi, manakala koperasi dituntut untuk mampu menjadi organisasi yang “akuntabel”, maka koperasi sudah siap, lengkap dan rinci tentang ketentuan dan aturan internal (pada anggaran dasar, anggaran rumah tangga atau peraturan khusus) yang memuat rincian tugas, wewenang, mekanisme kerja, indikator kinerja, pengukuran kinerja setiap organ koperasi yaitu rapat anggota, pengurus dan pengawas ; pengurus, pengawas dan anggota memang sudah memiliki kompetensi pada pos jabatannya. Anggaran dasar, anggaran rumah tangga sebagai rule yang mengarahkan manajemen dalam hal ini pengurus, mengelola koperasi, dan mengarahkan pengawas melakukan fungsi pengawasan, serta mengarahkan anggota dalam menjalankan hak dan kuajibannya. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)












BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1       Kesimpulan
1.      Ditetapkannya undang-undang baru yaitu Undang-undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian mengubah status koperasi dari badan usaha menjadi badan hukum, yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi.
2.      UU Koperasi Nomor 17 Thn 2012 pada pasal 66 ayat 2 yang menyatakan bahwa modal koperasi bisa juga datang dari modal penyertaan (asing), bertentangan dengan prinsip koperasi kemandirian
3.      Good governance cooperative, sebagai upaya dan instrumen untuk menata organisasi, implikasi praktis good governance cooperative tercermin pada pengelolaan organisasi koperasi atas dasar sistem, dan bukan orang.

3.2       Saran
Ditetapkannya Undang-Undang baru merupakan suatu langkah besar dalam dunia perkoperasian, masih diperlukan sosialisasi untuk menyamakan persepsi sehingga system berjalan dengan baik bukan hanya sebagai konsep semata. Sehingga kedepannya nanti koperasi sebagai agen perubahan ekonomi terealisasi, dapat memajukan ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil, tidak lagi dipandang sebelah mata, dan mempunyai kedudukan tersendiri di hati masyarakat.
Manajemen dan organisasi yang baik juga merupakan faktor krusial dalam menentukan keberhasilan suatu koperasi. Ditetapkannya koperasi sebagai badan hukum menjadi organisasi yang resmi memerlukan instrumen untuk menata organisasi tersebut dengan GGC (Good governance cooperative) sehingga koperasi Indonesia dapat semakin maju dan berkembang.
Insan koperasi perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerima godaan modal kerja yang datang dari luar. Prinsipnya, jika modal sendiri dapat melayani variasi kebutuhan anggota, maka itu pertanda bahwa koperasi (kredit )mampu membangun kemandirian sebagai jati dirinya secara berkelanjutan.


DAFTAR PUSTAKA


Anonymous,  Arah Kebijakan Dan Prioritas Pembangunan Nasional 2010-2014. RKP Pdf 2014. http://www.depkop.go.id

Anonymous. Filsafat Koperasi Dan Hukum Positif Indonesia.

Purwanto Rahardjo Edy. 2013. Menatap Koperasi Kedepan Menurut UU 17/2012. pemerhatikoperasi.blogspot.com


Purwanto Rahardjo Edy. 2013 Pokok-Pokok Perbedaan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Dinkop UMKM Kab.Brebes 2013
Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia. Kinerja Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Tahun 2011http://www.depkop.go.id

Paskalis X. Hurint dan Kosmas Lawa Bagho. 2013 Jati Diri Koperasi dan UU Nomor 17/2012. http://ekonomi.kompasiana.com, 10 Juli 2013

Robby Tulus, 2012. Membangun Gerakan Dan Sektor Perkoperasian Berbasis Anggota. pemerhatikoperasi.blogspot.com, 23 mei 2012


Setyo Heriyanto, 2013. Agar Sehat, Koperasi Butuh Good Corporate Governance. http://www.hukumonline.com selasa, 20 agustus 2013

Sugianto. 2012. Sosialisasi Undang-Undang Perkoperasian No 17 Tahun 2012. www.depkop.go.id

Sukidjo, 2008. Membangun Citra Koperasi Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, Volume 5 Nomor 2, Desember 2008
Tambunan Tulus, 2008. Prospek Perkembangan Koperasi Di Indonesia Ke Depan: Masih Relevankah Koperasi Di Dalam Era Modernisasi Ekonomi?. Pusat Studi Industri Dan UKM Universitas Trisakti

Widiaiswara Prijambodo, 2012. Good Governance Cooperative. http://www.depkop.go.id

Widarmanto Tjahjono, 2008. Enam Puluh Satu Tahun Perjalanan Koperasi: Membangun Koperasi Berkualitas Berbasis Kompetensi SDM. Gemari  Ed 90/Tahun ix/ Juli 2008-- www.gemari.or.id