PEMBERDAYAAN KOPERASI MELALUI PROGRAM KOPERASI MANDIRI
DI
SUSUN OLEH :
Nama : Laila Majda
Npm : 14212153
Kelas :2EA28
Dosen : Pak Nurhadi
UNIVERSITAS GUNADARMA
DAFTAR ISI
Lembar Judul
Tugas
................................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................................................ ii
Daftar Isi
.................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan
Landasan Koperasi ……………………………………………….. 4
2.2 Undang-Undang Koperasi ……………………………………………………… 7
2.3 Perkembangan Koperasi ………………………………………………………...12
2.4 Pemberdayaan
Koperasi mandiri ………………………………………………. 17
2.5 GGC
(GOOD GOVERNANCE COOPERATIVE) ……………………………..22
BAB III KESIMPULAN DAN
SARAN
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………..
29
3.2 Saran …………………………………………………………………………….
29
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………………… 30
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini dengan judul “ Pemberdayaan Koperasi Melalui Program Koperasi Mandiri “. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan tugas ke tiga mata kuliah Ekonomi Koperasi Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Gunadarma. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dan sumber-sumber yang telah membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Tanpa bimbingan, pengarahan dan bantuan berbagai pihak tentunya makalah ini tidak dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 10 November 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Koperasi menjadi suatu gerakan ekonomi nasional, Kegiatan usaha
koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat, dimana koperasi berkedudukan sebagai soko
guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam
sistem perekonomian nasional. Dengan misi berperan nyata dalam menyusun
perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang
mengutamakan kemamkmuran masyarakat bukan kemakmuran perorangan (Lembar Negara
tahun 2012 no 212)
Selaras dengan itu, kebijakan yang
berpihak (affirmative policy) terhadap Koperasi dan UMKM, telah menjadi
harapan yang berkembang luas di tengah tumbuhnya kesadaran dan perhatian
masyarakat terhadap nasib ekonomi rakyat. Oleh karena itu, selain pertumbuhan
dan stabilitas ekonomi, aspek penting yang menjadi agenda besar dalam proses
pembangunan ekonomi hari ini dan ke depan adalah kemandirian ekonomi nasional
dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan
Pertumbuhan
koperasi di Indonesia memang tidak senantiasa semulus apa yang diharapkan dan
dibayangkan. Banyak permasahan dan kendala yang dihadapi dalam setiap
perkembangannya. Sampai saat
ini koperasi belum mampu menunjukkan kontribusi yang signifikan terhadap
perekonomian nasional. Teridentifikasi terdapat 7 masalah kualitatif yang dialami
Koperasi Indonesia, yaitu “Citra”, “Kemandirian”, “Kualitas SDM”, “Manajemen/Governance”,
“Ketersediaan dan Akses Permodalan”, dan “Jaringan Usaha”(Suryadharma Ali,
2004). Koperasi memiliki citra sebagai organisasi yang ketinggalan zaman karena
kualitas SDM yang kurang dan kemampuan manajerial yang tidak kompeten sehingga
kebanyakan orang memandang sebelah mata terhadap koperasi, padahal koperasi
didirikan sebagai soko‐guru ekonomi nasional.
Untuk memberdayakan
koperasi agar dapat menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada
sebagai akibat dari krisis yang terjadi, Pemerintah menyesuaikan landasan hukum
koperasi. Yang tertuang dalam perubahan definisi koperasi dalam setiap
peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia. Pemerintah menerbitkan uu no.17 tahun 2012 perkoperasian sebagai pengganti uu
no.25 tahun 1992. Pembaharuan undang-undang tersebut diharapkan
untuk pembangunan koperasi untuk mewujudkan koperasi yang kuat dan mandiri,
mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi dan dapat menyesuaikan
dengan perkembangan tata ekonomi nasional dan global, dalam arus ekonomi
globalisasi dan liberalisasi.
Dalam Undang-undang
(UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Mengatur tentang ketentuan
nilai dan prinsip koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan,
kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dan peranan pemerintah.
UU RI
Nomor 17 Tahun 2012, Ditetapkannya badan hukum dengan legalitas akta otentik
dengan adanya landasan hukum, anggaran dasar memperjelas keberadaan organisasi koperasi,. Yang bermakna koperasi mesti menjadi pelaku
ekonomi sesungguhnya dan suatu saat akan melakukan hal-hal yang bersifat
perdata. (Setyo Heriyanto, 2013)
Koperasi harus dipandang sebagai
suatu sistem ekonomi yang memiliki ciri-ciri mandiri, seperti halnya
sistem-sistem ekonomi lainnya. Kemandirian merupakan salah satu prinsip dasar
koperasi. Dalam
penjelasan atas undang-undang Republik Indonesia No 17 tahun 2012 tentang
perkoperasian, yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah dapat berdiri sendiri,
tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada
pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Dalam kemandirian
terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya,
berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola
diri sendiri. (Lembar Negara tahun 2012 no 212)
Akan tetapi dalam UU RI Nomor 17
Tahun 2012 pada pasal 66 ayat 2 yang
menyatakan bahwa modal koperasi bisa juga datang dari modal penyertaan (luar) dan
hal ini dapat melemahkan atau menghapus unsur keswadaayaan modal anggota. (Paskalis X.H dan Kosma LB, 2013)
Permasalahan lain yang dihadapi
dalam pemberdayaan koperasi adalah belum meluasnya pemahaman tentang koperasi
sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan dan insentif yang
unik/khas dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Di samping itu, masih banyak
masyarakat yang kurang memahami prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang benar
dalam berkoperasi.
Pelegalan koperasi sebagai badan hukum
dengan adanya landasan hukum dan anggaran dasar merupakan tahap awal pembentukan
organisasi koperasi yang professional. Konsep Good governance adalah konsep
pembaharuan untuk kantor pemerintah. Terlebih dalam aplikasinya berkembang sebagai
konsep good corporate governance”. Organisasi terkelola dengan baik atau
menerapkan good governance, maka organisasi ini terkelola oleh sistem, bukan
oleh orang (subyektif). Kesiapan, kelengkapan aturan, mekanisme di internal
organisasi koperasi menciptakan satu kondisi yang memungkinkan mesin organisasi
berjalan mengikuti system yang terbentuk itu. Disinilah letak kunci good
governance cooperative, sebagai upaya dan instrumen untuk menata organisasi
untuk mampu terkelola di atas sistem. (Prijambodo Widiaiswara, 2012)
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk Pemberdayaan koperasi melalui program koperasi
mandiri dengan disahkannya Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang No 17 tahun
2012?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan
Landasan Koperasi
Koperasi berasal dari bahasa Latin,
yaitu co yang berarti bersama dan operare berarti bergerak berusaha. Jadi
secara singkat dalam koperasi harus ditunjukkan kebersamaan dalam menjalankan
usaha (Suratal HW, 1993).
Definisi koperasi menurut (international cooperative alliance) ICA, adalah perkumpulan otonom dari
orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang
dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
(Bab I, Pasal 1)
Menurut UU terbaru No 17 Tahun 2012. Koperasi adalah badan hukum
yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan
pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang
memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi”
Dalam konteks demokrasi, koperasi
merupakan serangkaian kegiatan perekonomian yang meliputi produksi dan konsumsi
yang dilakukan oleh semua warga masyarakat, untuk masyarakat, dan pengelolaan
dan pengawasannya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Dengan
kata lain prinsip ekonomi kerakyatan dan demokrasi ekonomi secara nyata
tercermin dalam bentuk koperasi yang berasaskan kekeluargaan (Tjahjono
Widarmanto, 2008)
Koperasi
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan berdasar atas asas kekeluargaan.
Dalam pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan. Ketentuan tersebut sesuai dengan pinsip koperasi, karena itu
koperasi mendapat misi untuk berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan
kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang-seorang.
Sebagai organisasi sosiol-ekonomi, koperasi bergerak untuk
mencapai tujuannya. Tujuan koperasi Menurut
UU No 17 Tahun 2012 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Orientasi koperasi: (1) Sebagai organisasi
sosiol-ekonomi, koperasi bergerak untuk mencapai tujuannya. (2) Tujuan universal koperasi
“mempromosikan anggota”. Dengan
“meningkatkan kesejahteraan anggota”. (3) Sukses koperasi harus diukur dari keberhasilannya mempromosikan
anggota/meningkatkan kondisi ekonomi anggota(4) Bila anggota merupakan unit
usaha,maka koperasi bertugas memperkuat dan mengembangkan usaha anggota.(5) Bila anggota adalah unit
komsumsi, maka koperasi bertugas meningkatkan kemampuan /kebutuhan komsumsi
anggotanya
Ada 3
( tiga ) komponen jati diri koperasi, yaitu: organisasi koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip koperasi, organisasi koperasi menjelaskan pengertian umum
koperasi. Nilai-nilai
koperasi, memuat faktor-faktor
nilai (value) yang melandasi pertimbangan
pengambilan keputusan dalam organisasi koperasi. Dan
prinsip-prinsip koperasi merupakan penjabaran dari nilai-nilai koperasi, dimana
secara normatif dalam undang-undang, memuat acuan dasar yang perlu dipenuhi
sebagai ciri dari bentuk organisasi koperasi sekaligus menjadi dasar pengembangan
kegiatan usaha koperasi.
Jati diri
koperasi menunjuk pada fokus kegiatan utama koperasi yaitu melayani anggota
sebagai pendiri dan sekaligus sebagai pemilik yang tercermin dalam
perundang-undangan koperasi
Inti dari norma-norma atau aturan-aturan adalah nilai
Koperasi, yaitu konsep-konsep atau pengertian-pengertian yang dipahami,
dihayati, dan dianggap bermanfaat serta disepakati oleh sebagian besar anggota
masyarakat Koperasi untuk dijadikan pengikat di dalam berperilaku kelompok
koperasi. Nilai-nilai koperasi ada dua
macam: (1) Ide-ide dasar dan Etika dasar;
merupakan falsafah dasar koperasi. (2) Prinsip
dasar, yaitu pedoman instrumental bagi praktek koperasi. Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi Menurut UU No 17 Tahun 2012 yaitu:
1.
Kekeluargaan;
2.
Menolong diri sendiri;
3.
Bertanggung jawab;
4.
Demokrasi;
5.
Persamaan;
6.
Berkeadilan; dan
7.
Kemandirian
Nilai
yang diyakini Anggota Koperasi yaitu:
1.
Kejujuran;
2.
Keterbukaan;
3.
Tanggung jawab; dan
4.
Kepedulian terhadap orang lain.
Prinsip Koperasi adalah ide-ide yang tidak berubah-ubah ( invariable)
ataupun petunjuk yang menentukan sifat-sifat/ciri-ciri penting dari suatu
perkumpulan koperasi sebagi suatu bentuk organisasi yang membedakan koperasi
dari bentuk-bentuk organisasi lainnya (H.Munkher).
Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud menjadi sumber inspirasi dan menjiwai
secara keseluruhan organisasi dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud
dan tujuan pendiriannya. Adalah ide-ide atau petunjuk yang menentukan
sifat-sifat atau ciri-ciri penting suatu perkumpulan koperasi sebagai bentuk
organisasi yang membedakan koperasi dari bentuk-bentuk organisasi lainnya.
Koperasi melaksanakan Prinsip
Koperasi Menurut UU No 17 Tahun 2012 yang meliputi:
1.
Keanggotaan Koperasi bersifat
sukarela dan terbuka;
2.
Pengawasan oleh Anggota
diselenggarakan secara demokratis;
3.
Anggota berpartisipasi aktif dalam
kegiatan ekonomi Koperasi;
4.
Koperasi merupakan badan usaha
swadaya yang otonom, dan independen;
5.
Koperasi menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta
memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan
kemanfaatan Koperasi;
6.
Koperasi melayani anggotanya secara
prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan
kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
7.
Koperasi bekerja untuk pembangunan
berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati
oleh anggota
Cita-cita merupakan bagian ideal
dari Koperasi, yaitu harapan-harapan jauh ke depan, bagaimana wujud yang
dianggap paling sempurna dari organisasi ekonomi tersebut. Koperasi harus
dipandang sebagai suatu sistem ekonomi yang memiliki ciri-ciri mandiri, seperti
halnya sistem-sistem ekonomi lainnya.
2.2 Undang-Undang Koperasi
Dalam sejarahnya, koperasi
sebenarnya bukanlah organisasi usaha yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan
berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di
sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk
menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan
menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh
gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19
dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari
asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis
(Moene dan Wallerstein, 1993). Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan
negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada
awal abad 20.
Peraturan perundangan yang mengatur
koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka
melindungi dirinya. Sedangkan, di Negara berkembang koperasi dihadirkan dalam
kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan
pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran
antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara
berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri
setelah kemerdekaan (Soetrisno, 2001 dikutip Tulus Tambunan, 2008).
Di
Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam (UUD) Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33
mengenai sistem perekonomian nasional.
Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga
dibentuk departemen atau kementerian khusus yakni Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam
negeri. (Tulus Tambunan, 2008)
Undang-undang koperasi harus menggambarkan karakteristik koperasi, mencerminkan jati diri koperasi ( nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi). Karena Tujuan undang-undang koperasi adalah untuk meyakinkan bahwa
praktek-praktek pada kenyataannya merealisasikan prinsip-prinsip koperasi
tersebut.
Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam
koperasi
1.
Koperasi haruslah
mengikuti prinsip-prinsip yang telah dirumuskan dalam UU perkoperasian dan ICA.
2.
Kegiatan koperasi adalah menjalankan usaha dan anggotanya adalah sebagai pemilik dan sebagai pengguna jasa pelayanan/pelanggan
3.
Koperasi akan
tumbuh menjadi kuat , sehat,mandiri dan tangguh bila kebijakan perkoperasian
berpijak pada nilai nilai
koperasi, sistem ekonomi kerakyatan akan terwujud
bila melibatkan, menguatkan dan mengembangkan
koperasi (orientasi UU No 17/2012).
(UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 Mengatur
nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang disesuaikan dengan keputusan
kongres ICA tahun 1995. Dimana pada
Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992.Pengaturan mengenai Prinsip
koperasi belum sesuai dengan keputusan
kongres ICA tahun 1995 di Manchester, Inggris (Edy Purwanto 2013)
Jika kita kembali pada definisi yang
ada, koperasi Indonesia telah diberi devinisi sebagai bentuk lembaga ekonomi
yang berwatak sosial. Dalam lingkup pengertian seperti itu, banyak pihak yang
menafsirkan koperasi Indonesia semata-mata hanya sebagai suatu lembaga dalam
arti yang sempit, yaitu organisasi atau badan hukum yang menjalankan aktivitas
ekonomi dengan tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Padahal menurut
pasal 33 UUD 1945, koperasi ditetapkan sebagai bangun usaha yang sesuai dalam
tata ekonomi kita berlandaskan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu seyogyanya
koperasi perlu dipahami secara lebih luas yaitu sebagai suatu kelembagaan yang
mengatur tata ekonomi berlandaskan jiwa dan semangat kebersamaan dan
kekeluargaan. Jiwa dan semangat kebersamaan serta kekeluargaan itulah yang
perlu ditempatkan sebagai titik sentral dalam memahami pasal 33 UUD 1945
beserta penjelasannya secara lebih luas dan mendasar. Dengan pemahaman
demikian, jelaslah bahwa dalam demokrasi ekonomi jiwa dan semangat kebersamaan
dan kekeluargaan juga harus dikembangkan dalam wadah pelaku ekonomi lain,
seperti BUMN dan swasta, sehingga ketiga wadah pelaku ekonomi tersebut dijamin
keberadaannya dan memiliki hak hidup yang sama di negeri ini.
Indonesia termasuk salah satu negara yang menerbitkan
perundang-undangan yang khusus mengatur koperasi. dituangkan dalam
Undang-undang (UU) RI Nomor 25 Tahun 1992. Pembangunan koperasi telah
diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi kuantitas, hasil
pembangunan tersebut sungguh membanggakan ditandai dengan jumlah koperasi di
Indonesia yang meningkat pesat. Namun ditinjau dari segi kualitas, masih perlu
diperbaiki sehingga mencapai kondisi yang diharapkan.
Banyak faktor yang menghambat
kemajuan koperasi. Hal tersebut berakibat pada pengembangan dan pemberdayaan
koperasi sehingga sulit untuk mewujudkan koperasi yang kuat dan mandiri yang
mampu mengembangkan dan meningkatkan kerjasama, potensi, dan kemampuan ekonomi
anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Permasalahan
khusus yang dihadapi dalam pemberdayaan koperasi adalah belum meluasnya
pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur
kelembagaan dan insentif yang unik/khas dibandingkan dengan badan usaha lainnya.
Di samping itu, masih banyak masyarakat yang kurang memahami prinsip-prinsip
dan praktik-praktik yang benar dalam berkoperasi.
Koperasi juga menghadapi tantangan
terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan
liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. koperasi nasional dalam kebijakan pemerintah
selayaknya mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasian sebagai wadah usaha
bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi anggotanya, karena sudah
tidak selaras dengan kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasian di
Indonesia dan dirasa sudah tidak memadai
untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan dan pemberdayaan koperasi,
terlebih tatkala dihadapkan pada perkembangan tata ekonomi nasional dan global
yang semakin dinamis dan penuh tantangan.
Dengan dasar
itulah. Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mendorong percepatan
realisasi atau revisi Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992. Pada medio
Oktober 2012. Dewan Perwakilan Rakyat melalui Sidang Paripurna menyetujui
Rancangan Undang-undang Perkoperasian Terbaru dan ditetapkannya undang-undang baru yaitu Undang-undang (UU) RI
Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.
Dalam Undang-undang
(UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Mengatur tentang ketentuan
nilai dan prinsip koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan,
kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dan peranan pemerintah. Beberapa hal yang membedakan UU No. 25 Tahun
1992 dengan UU No. 17 Tahun 2012 antara lain: Nilai Pendirian dan
Nama Koperasi; Keanggotaan Pengurus dan Pengawas, Modal Koperasi; Jenis
koperasi – Setiap koperasi mencantumkan anggaran dasar koperasi, – Jenis
koperasi: Konsumen, Produsen, Simpan pinjam; KSP( Koperasi Simpan Pinjam) dan
LPKSP (Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam); dan Pengawasan.
Undang-undang ini
menegaskan bahwa pemberian status dan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan
mengenai hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab menteri. Selain itu
pemerintah memiliki peran dalam menetapkan kebijakan serta menempuh langkah
yang mendorong koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam
menempuh langkah tersebut, pemerintah wajib menghormati jati diri, keswadayaan,
otonomi dan independensi koperasi tanpa melakukan campur tangan terhadap urusan
internal koperasi. Diharapkan adanya undang-undang baru ini dapat diwujudkan
koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri dan tangguh,
serta terpercaya sebagai entitas bisnis, yang mendasarkan kegiatannya pada
nilai dan prinsip koperasi. (Sugianto, 2012)
Ada enam
substansi penting yang harus disosialisasikan kepada masyarakat dan gerakan
koperasi yang dirumuskan bersama antara Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Hukum Dan Ham serta Dewan Perwakilan Rakyat.
Pertama,
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, menjadi dasar penyelarasan bagi rumusan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sesuai dengan hasil kongres
International Cooperative Alliance (ICA).
Kedua, untuk
mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum, maka pendirian koperasi harus
melalui akta otentik. Pemberian status dan pengesahan perubahan anggaran dasar
merupakan wewenang dan tanggungjawab Menteri.
Ketiga, dalam
hal permodalan dan selisih hasil usaha, telah disepakati rumusan modal awal
Koperasi, serta penyisihan dan pembagian cadangan modal. Modal Koperasi terdiri
dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal. Selisih
hasil usaha, yang meliputi surplus hasil usaha dan defisit hasil usaha,
pengaturannya dipertegas dengan kewajiban penyisihan kecadangan modal, serta
pembagian kepada yang berhak.
Keempat,
ketentuan mengenai Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencakup pengelolaan maupun
penjaminannya. KSP ke depan hanya dapat menghimpun simpanan dan menyalurkan
pinjaman kepada anggota.
Koperasi Simpan
Pinjam harus berorientasi pada pelayanan pada anggota, sehingga tidak lagi
dapat disalahgunakan pemodal yang berbisnis dengan badan hukum koperasi. Unit
simpan pinjam koperasi dalam waktu 3 (tiga) tahun wajib berubah menjadi KSP
yang merupakan badan hukum koperasi tersendiri. Selain itu, untuk menjamin
simpanan anggota KSP diwajibkan menjaminkan simpanan anggota. Dalam kaitan ini pemerintah
diamanatkan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam
(LPS - KSP) melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Hal ini
dimaksudkan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah yang sangat fundamental
dalam pemberdayaan koperasi, sehingga koperasi dapat meningkatkan kepercayaan
anggota untuk menyimpan dananya di koperasi.
Pemerintah juga
memberi peluang berkembangnya koperasi dengan pola syariah yang akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Kelima,
pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi akan lebih diintensifkan. Dalam
kaitan ini pemerintah juga diamanatkan untuk membentuk Lembaga Pengawas
Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) yang bertanggung jawab kepada Menteri melalui
peraturan pemerintah.
Hal tersebut
dilakukan pemerintah, merupakan upaya nyata agar KSP benar-benar menjadi
Koperasi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, dan sebagai entitas bisnis
yang dapat dipercaya dan sejajar dengan entitas bisnis lainnya yang telah maju
dan berkembang dengan pesat dan profesional.
Keenam, dalam
rangka pemberdayaan koperasi, gerakan koperasi didorong membentuk suatu lembaga
yang mandiri dengan menghimpun iuran dari anggota serta membentuk dana
pembangunan, sehingga pada suatu saat nanti. Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN)
akan dapat sejajar dengan organisasi Koperasi di negara-negara lain, yang
mandiri dapat membantu Koperasi dan anggotanya. (Sugianto, 2012)
2.3 Perkembangan Koperasi
Secara umum globalisasi mengandung
arti terbukanya ekonomi nasional bagi pengaruh negara-negara lain di seluruh
dunia sejalan dengan kecenderungan terciptanya sebuah tata ekonomi dunia yang
terbuka. Selanjutnya liberalisasi berarti pembebasan aktivitas ekonomi
internasional dari segala bentuk hambatan yang ditetapkan melalui kebijakan
nasional, baik berupa hambatan tarif maupun non-tarif.
Untuk konteks di Indonesia, pengaruh
globalisasi tampak dari kerangka kebijakan pemerintah seperti tampak pada: 1)
penerapan sistem nilai tukar mengambang, 2) kebijakan investasi yang membuka
diri bagi masuknya modal asing, 3) transfer teknologi dari luar negeri yang
terus didorong oleh pemerintah, dan 4) pengembangan dan perluasan fungsi pasar
modal. (Wahyudi Kumorotomo)
Globalisasi sebagai suatu fenomena
yang menghilangkan batas-batas negara akan mengarah pada kondisi terjadinya
proses konvergensi atau penyatuan pada berbagai aspek kehidupan. Berbagai aspek
kehidupan cenderung mengarah pada suatu standar global, mulai dari sistem nilai
budaya yang berkembang dalam masyarakat, hingga praktek berbisnis dan lain
sebagainya. Proses konvergensi ini dipercepat oleh apa yang dikenal dengan
istilah Tripple-T Revolution, yaitu terjadinya perubahan yang sangat cepat pada
bidang telekomunikasi, transportasi, dan tourism.
Dalam era perdagangan dan investasi
global, setiap pelaku ekonomi dan konsumen memiliki akses yang mudah dan cepat
terhadap penguasaan input produksi, informasi, teknologi, produk/jasa, dan
transportasi. Barang dan jasa tersedia di mana-mana dengan kwalitas tinggi dan
harga murah. Sehingga siapa yang paling mampu memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya kepada konsumen, akan mempunyai salah satu keunggulan penting
dalam membangun kemampuan daya saingnya.
Semakin mengglobalnya keuangan dunia
berbarengan dengan semakin mengglobalnya perdagangan dunia membuat saling
ketergantungan dalam sistem perekonomian dan keuangan antarnegara semakin kuat.
Hal ini menyebabkan sistem ekonomi dan keuangan nasional semakin menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi dan keuangan global. Berbagai hambatan,
seperti proteksionisme perdagangan, pembatasan investasi asing, dan kebijakan
moneter yang mengekang arus modal/devisa jadi tidak relevan lagi. Namun, di
sisi lain, semakin kuat ketergantungan ini juga memperbesar resiko terjadinya
goncangan atau krisis ekonomi/keuangan bagi setiap negara, seperti dalam kasus
krisis keuangan di Asia Tenggara pada tahun 1997/98. Globalisasi ekonomi
merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol
pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar
global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah
pemerintah secara individu. (Tulus Tambunan, 2008)
Selaras dengan itu, kebijakan yang
berpihak (affirmative policy) terhadap Koperasi dan UMKM, telah menjadi
harapan yang berkembang luas di tengah tumbuhnya kesadaran dan perhatian
masyarakat terhadap nasib ekonomi rakyat. Oleh karena itu, selain pertumbuhan
dan stabilitas ekonomi, aspek penting yang menjadi agenda besar dalam proses
pembangunan ekonomi hari ini dan ke depan adalah kemandirian ekonomi nasional
dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan
Lembaga koperasi sejak awal
diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada
kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata
ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah.
Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak
satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus
diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi
oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan
bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri,
kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral
lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama
pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang
mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih,
organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam hal ini, pemberdayaan Koperasi
berkaitan langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan bagi sebagian
besar rakyat Indonesia (pro poor), selain itu potensi dan peran
strategisnya telah terbukti menjadi penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi
nasional (pro growth). Keberadaan Koperasi dan UMKM yang dominan sebagai
pelaku ekonomi nasional juga merupakan subyek vital dalam pembangunan,
khususnya dalam rangka perluasan kesempatan berusaha bagi wirausaha baru dan
penyerapan tenaga kerja serta menekan angka pengangguran (pro job) serta
pro environment.(Renstra 2012-2014)
Keberadaan koperasi sebagai lembaga
ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun
berarti sudah relatif matang. Data tahun 2010 ada 177.482 unit koperasi, tahun
2011 terdapat 188.181 unit terdapat peningkatan 6.03% atau meningkat 10.699
unit. dengan jumlah anggota tahun 2010 30.461.121 dan tahun 2011 30.849.913
anggota, meningkat 1.28% atau sebanyak 388.793 orang. (Laporan tahunan, 2011)
Tahun 2012, peningkatan jumlah
koperasi sebesar 3,3 persen sehingga secara akumulatif menjadi 194.295 unit.
Jumlah anggota koperasi juga meningkat sebesar 9,8 persen yaitu dari 28,1 juta
orang pada tahun 2011 menjadi 30,8 juta orang pada tahun 2012. Perbaikan
kinerja koperasi juga ditunjukkan dari peningkatan proporsi koperasi aktif dari
71,0 persen pada tahun 2011 menjadi 71,7 persen pada tahun 2012. Proporsi
koperasi aktif yang menjalankan rapat anggota tahunan (RAT) sebagai bentuk
akuntabilitas koperasi juga meningkat dari 43,4 persen pada tahun 2011 menjadi
47,4 persen pada tahun 2012. (RKP 2014)
Permasalahan utama yang dihadapi
dalam pengembangan koperasi dan UMKM yaitu daya saing koperasi dan usaha mikro
kecil menengah (UMKM) yang rendah. Saat ini, koperasi belum berperan secara
optimal dalam meningkatkan efisiensi usaha dan posisi tawar UMKM yang menjadi
anggotanya. Hal tersebut tercermin dari skema bisnis yang masih terbatas,
posisi tawar koperasi produksi yang masih rendah, kapasitas SDM yang rendah,
serta kerja sama usaha yang masih terbatas Sementara itu daya saing UMKM yang
rendah ditunjukkan oleh produktivitas UMKM (Rp.86,1 juta/unit) yang jauh lebih
rendah dibandingkan dengan produktivitas usaha besar (Rp.678,8 miliar/unit).
Pada tahun 2012 kesenjangan juga tampak pada sektor manufaktur, dimana
produktivitas industri skala mikro, kecil dan menengah (Rp.153,1 miliar/unit)
yang lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas industri skala besar
(Rp.553,6 miliar/unit). Kontribusi UMKM terhadap nilai ekspor non migas masih
berfluktuasi antara 14-18 persen pada periode 2005-2011, meskipun terdapat
peningkatan dalam satu tahun terakhir. Tantangan yang dihadapi dalam
peningkatan daya saing koperasi dan UMKM yaitu perlunya keterpaduan program dan
kegiatan mulai dari hulu sampai hilir. (RKP 2014)
Khusus terkait dengan koperasi,
program dan kegiatan perlu diarahkan untuk menjadikan koperasi sebagai badan
usaha yang mandiri, dan mampu memfasilitasi usaha anggotanya, serta
berkontribusi dalam pengurangan angka kemiskinan, pembangunan ekonomi lokal dan
penguatan pasar domestik. Akselerasi peningkatan kapasitas UMKM juga perlu
dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam memanfaatkan peluang usaha yang
diciptakan dari pertumbuhan ekonomi, perdagangan yang semakin terbuka, dan
peningkatan investasi. Kedua upaya tersebut sangat penting bagi koperasi dan
UMKM terutama dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin tinggi, termasuk
terkait rencana penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. (RKP 2014)
Tempo Interaktif (Minggu, 18 Maret
2007), Ketua Dewan Koperasi Indonesia Adi Sasono menilai pertumbuhan anggota
koperasi simpan-pinjam di Indonesia masih rendah. Hal itu terlihat pada
kecilnya tingkat keanggotaan koperasi yang hanya 20% dari 150 juta penduduk
dewasa Indonesia. Adi menjelaskan bahwa rendahnya pertumbuhan anggota koperasi
di Indonesia karena koperasi belum berperan sebagai penggerak roda ekonomi
nasional. Masyarakat juga belum memandang koperasi sebagai tempat simpan dan
pinjam serta mengembangkan UKM. Menurutnya, orang masih mengandalkan perusahaan
besar sebagai kesempatan kerja dibanding membuat usaha sendiri yang bisa
membuka peluang kerja untuk orang lain. Adi menegaskan bahwa ke depan, jika
koperasi ingin tetap hidup dan bahkan berkembang di tengah-tengah ekonomi yang
semakin dikuasai oleh unit-unit bisnis modern, koperasi harus meningkatkan
standar pelayanan dan melakukan audit secara berkala, supaya peran koperasi
dalam meningkatkan roda ekonomi meningkat. Ia mengatakan bahwa koperasi jangan
hanya mengandalkan bantuan pemerintah saja, tapi juga harus mampu menggerakkan
anggotanya untuk berpartisipasi aktif.
Kualitas perkembangan koperasi
selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di
luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar
berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),
pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro
pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza (2006), dari
segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk
ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan
dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan
ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan
perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.
Jadi, dalam kata lain, di Indonesia,
setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang
diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga
gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara
maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam
perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan
perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan
generiknya. (Tulus Tambunan, 2008)
2.4 Pemberdayaan
Koperasi mandiri
Dalam sistem perekonomian Indonesia
dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu
adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan
Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing
sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Sayangnya, seperti yang diungkapkan
oleh Widiyanto (1998), dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut
sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang
"jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Kecenderungan perubahan dunia
strategis telah berlangsung sejak awal 80-an. Hal ini ditandai dengan resesi
ekonomi dunia dan kemudian diikuti dengan krisis di bidang moneter, perdagangan
internasional serta fluktuasi harga minyak bumi dan komoditi ekspor pertanian.
Semua perubahan tersebut menuntut peningkatan daya saing negara-negara
berkembang melalui efisiensi dan produktivitas.
Apakah lembaga yang namanya koperasi
bisa survive atau bisa bersaing di era globalisasi ekonomi dan
liberalisasi perdagangan dunia? Apakah koperasi masih relevan atau masih
dibutuhkan masyarakat, khususnya pelaku bisnis dalam era modern sekarang ini?
Jawabnya: ya. Buktinya bisa dilihat di banyak negara maju.
Di negara maju koperasi lahir dan
tetap ada karena satu hal, yakni adanya distorsi pasar yang membuat sekelompok
petani atau produsen kecil secara individu tidak akan mampu menembus atau
bermain di pasar secara optimal. Oleh karena itu, mereka melakukan suatu
kerjasama yang dilembagakan secara resmi dalam bentuk suatu koperasi. Demikian
juga lahirnya koperasi simpan pinjam atau kredit. Karena banyak masyarakat
tidak mampu mendapatkan pinjaman dari bank komersial konvensional, maka
koperasi kredit menjadi suatu alternatif. Jadi, di negara maju, koperasi
produsen, misalnya, adalah suatu cara bagi sekelompok produsen untuk bisa survive
di dalam persaingan pasar, bukan untuk menggantikan sistem pasar yang
berlaku. Selama ada distorsi pasar, selama ada kelompok produsen atau petani
lemah atau masyarakat yang ”termarjinalisasi”, koperasi akan tetap ada.
Esensi
globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan
yang akan semakin pesat di masa depan adalah semakin menghilangnya segala macam
hambatan terhadap kegiatan ekonomi antar negara dan perdagangan internasional.
Melihat perkembangan ini, prospek koperasi Indonesia ke depan sangat tergantung
pada dampak dari proses tersebut terhadap sektor bersangkutan. (Tulus
Tambunan, 2008)
Pemerintah merespon perubahan
tersebut antara lain melalui berbagai kebijakan deregulasi dan debirokratisasi
di bidang perdagangan, moneter, penanaman modal, perpajakan, kebijakan
perijinan untuk mendorong terwujudnya efisiensi peningkatan produktivitas
nasional. Bersamaan dengan itu, dalam upaya meningkatkan efisiensi dan
produktivitas nasional tersebut maka semua lembaga ekonomi harus berubah ke
arah profesional. Koperasi, sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi
nasional juga harus terus ditingkatkan kemampuan manajerial dan keterampilannya
sehingga menjadi badan usaha yang profesional dan tangguh. Dengan pendekatan
ini koperasi akan mampu melaksanakan kegiatan usahanya secara efisiensi tanpa
harus meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya.
Dalam Undang-undang
(UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Mengatur tentang ketentuan
nilai dan prinsip koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan,
kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dan peranan pemerintah. Hal yang
menjadi poin kemandirian koperasi dari regulasi baru dalam UU RI Nomor 17 Tahun 2012,adalah tentang pemberian status
badan hukum dari undang-undang sebelumnya badan usaha. Ditetapkannya badan
hukum dengan legalitas akta otentik dengan adanya landasan hukum, anggaran dasar
memperjelas keberadaan organisasi koperasi,
hal tersebut diharapkan untuk pembangunan koperasi untuk mewujudkan koperasi
yang kuat dan mandiri.
Salah satu dari prinsip koperasi
diantaranya adalah kemandirian. Kemandirian hanya terwujud jika ada kejelasan
tugas masing-masing organisasi, dapat terselenggaranya tugas itu sesuai fungsi
yang digariskan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Kondisi sebaliknya
akan terjadi, jika tidak/belum ada kejelasan tugas masing-masing organisasi,
sukar menjalankan fungsi sesuai kinerja yang digariskan (Prijambodo
Widiaiswara, 2012).
Perjalanan koperasi selama ini sudah
didukung oleh pemerintah (bahkan berlebihan) sesuai kedudukan istimewa dari
koperasi di dalam sistem perekonomian Indonesia. Sebagai soko guru
perekonomian.
Teridentifikasi terdapat 7 masalah
kualitatif yang dialami Koperasi Indonesia, yaitu “Citra”, “Kemandirian”,
“Kualitas SDM”, “Manajemen/Governance”, “Ketersediaan dan Akses
Permodalan”, dan “Jaringan Usaha”(Suryadharma Ali, 2004).
Rahardjo (2002) mempertanyakan
apakah yang menjadi kunci keberhasilan perkembangan koperasi di Indonesia
adalah peran pemerintah ataukah sepenuhnya ditentukan oleh pasar. Memang sejak
krisis ekonomi 1997/98, peran pemerintah telah menyurut. Bank Indonesia tidak
lagi menyediakan kredit program melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia
(KLBI). Departemen Koperasi dan UKM telah direduksi peranannya menjadi Kantor
Menteri Negara. Bahkan Badan Pengembangan Koperasi dan UKM yang tadinya
berfungsi operasional dan dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) telah dihapus juga. Apakah ini berarti kehancuran bagi masa depan
koperasi, atau, sebaliknya, menjadi suatu dorongan bagi kemandirian koperasi di
Indonesia? Mengingat pengalaman peranan pemerintah di masa lalu yang melemahkan
kemandirian koperasi, maka timbul pandangan bahwa koperasi justru akan bisa
bangkit melalui mekanisme pasar. (Tulus Tambunan, 2008)
Selama
ini, berbagai bantuan modal kerja kepada koperasi atau pun bantuan lainnya
kepada masyarakat semakin membuat masyarakat tidak berdaya dan bergantung.
Bahkan secara kasat mata dapat dikatakan bahwa bantuan beras miskin (raskin)
dan bantuan langsung sementara
masyarakat (blsm atau balsem)
saat ini merupakan musuh besar kemandirian dan
martabat manusia. Sebab melalui berbagai program apalagi bersifat proyek akan
semakin mematikan kreativitas masyarakat untuk berusaha sekeras mungkin
mempertahankan hidup (e’lan vitae) dan semakin meninabobokan masyarakat
penerima.
Jati diri koperasi
(kredit) mencakup empat pilar utama yakni pendidikan, kemandirian (swadaya),
solidaritas dan inovasi. Kemandirian berarti membangun kekuatan sendiri. Kemandirian koperasi mewujud dalam bentuk modal yang dimiliki koperasi, yakni modal yang diperoleh dari anggota. Itu berarti
koperasi hendak menegaskan kepada anggotanya bahwa yang menolong diri para
anggota adalah anggota itu sendiri. Dengan demikian, kesulitan anggota hanya
ditolong oleh anggota itu sendiri dalam kebersaman dengan anggota yang lain.
Anggota koperasi sekali-kali tidak boleh mengharapkan bantuan modal dari pihak
lain guna menolong dirinya. Oleh karena itu, modal yang dipinjamkan kepada
anggota adalah benar-benar modal anggota. Kemandirian dalam menolong
kesulitan diri sendiri dengan memanfaatkan modal dalam kebersamaan menanamkan
rasa percaya diri di dalam anggota koperasi bahwa sesungguhnya anggota koperasi
memiliki kapasitas dalam memberdayakan dirinya. Dengan kesadaran ini, maka
tertanam dalam diri anggota koperasi rasa bangga akan kekuatan
sendiri.
Melalui
semangat kemandirian, gerakan koperasi (kredit) membangun
kekuatan masyarakat setempat berlandaskan pada filosofi
pemberdayaan Wilhelm Frederich Raiffesien, pendiri koperasi kredit
atau credit union di Jerman, Barat (1856) yakni “hanya orang miskin yang
dapat mengatasi kesulitannya sendiri” dengan cara menabung dari apa yang ada
pada orang miskin, dipinjamkan kepada orang miskin untuk pengembangan ekonomi
rumah tangganya.
Sewajarnya koperasi harus dipandang
sebagai suatu sistem ekonomi yang memiliki ciri-ciri mandiri, seperti halnya
sistem-sistem ekonomi lainnya. Dalam penjelasan atas undang-undang Republik
Indonesia No 17 tahun 2012 tentang perkoperasian, yang dimaksud dengan
“kemandirian” adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain
yang dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan
dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang
bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan
sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri. (Lembar Negara tahun 2012
no 212)
Jati
diri koperasi yang kaya akan nilai-nilai sosial demi pembangunan karakter
kehidupan masyarakat harus senantiasa dirawat dan dilestarikan secara
konsisten. Kemandirian koperasi dalam hal modal kerja akan berbenturan dengan
tawaran (godaan) modal yang datang dari luar koperasi, apalagi UU No.
17/2012 membolehkannya.
Rumusan
UU No. 17/2012 yang membolehkan masuknya modal dari luar tentu bertujuan untuk
memperbesar dan memperkuat modal koperasi. Bahkan dengan tujuan yang sama
seperti produk hukum ini, tawaran modal yang datang dari luar ini boleh jadi
menggiurkan, baik dalam bentuk jumlah maupun dalam prosedur pengembaliannya.
Meskipun
tujuan masuknya modal dari luar demikian bagus, namun pada sisi yang lain,
masuknya modal ini dapat meredupkan bahkan mematikan kemandirian modal
koperasi. Hal ini dapat terjadi karena dengan masuknya modal dari luar,
koperasi mengalami ketergantungan pada modal dari luar.
Ketergantungan
terhadap modal dari luar justru membahayakan eksistensi kemandirian koperasi.
Koperasi bukan lagi bersandar pada modal sendiri yang diperoleh dari simpanan
anggota tetapi beralih kepada kekuatan modal dari luar. Dengan demikian aliran
modal dari luar dapat saja melemahkan kemandirian koperasi bahkan modal yang
terlampau besar dapat mematikan koperasi..
Untuk
itu, UU Koperasi Nomor 17 Thn 2012 pada pasal 66 ayat 2 yang menyatakan bahwa
modal koperasi bisa juga datang dari modal penyertaan tidak boleh melemahkan
atau menghapus unsur keswadaayaan modal anggota sebab pemodal utama koperasi
(kredit) sejati adalah anggota.
Para
pelaku koperasi perlu ditegaskan bahwa tatanan kehidupan sosial dan ekonomi
dalam kebersamaan hanya dapat dibangun dalam koridor nilai-nilai kemandirian,
kejujuran, saling percaya, gotong-royong dan setiakawan (Paskalis X.H dan Kosma LB, 2013)
Dikembalikan kepada
konsisten dengan amanat dan batasan yang ada dalam peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu koperasi dibangun dan membangun dirinya.
Pendekatan koperasi dibangun, berarti ada komitmen dan keberpihakan dari
pemerintah dan masyarakat yang memungkinkan koperasi itu tumbuh dan berkembang
sedangkan koperasi membangun dirinya, berarti harus ada komitmen, partisipasi
dan upaya proaktif dari anggota, pengelola dan pengurus koperasi itu sendiri
untuk mengembangkan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya. (Tjahjono Widarmanto, 2008)
Koperasi
sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang
demokratis dan berkeadilan. Secara universal Koperasi didirikan dan dibangun untuk
menciptakan sistem sosial ekonomi alternatif yang
bisa lebih menjamin adanya pemerataan yang lebih adil bagi sesama (anggota
masyarakat lemah) sehingga penguasaan ekonomi tidak terkonsentrasi pada
sekelompok kecil orang atau badan usaha. Sebagai gerakan, koperasi percaya akan ide mulia demokrasi,
kesetaraan, keadilan sosial, kebebasan, dan kemandirian. Adalah hak setiap
anggota koperasi untuk bisa
mencapai dan menikmati kesejahteraan berkat terjalinnya kerjasama dengan para
anggota lainnya, sehingga kesejahteraan demikian merupakan andil bagi kesejahteraan
masyarakat luas. Sebagai gerakan, koperasi harus memelihara dan mempromosikan
idealisme ini, dengan membangun struktur vertikal dan horizontal yang effektif.( Robby Tulus, 2008)
2.5 GGC
(GOOD GOVERNANCE COOPERATIVE)
Kalau
sekelompok orang bersepakat untuk mendirikan koperasi, mereka dari sejak semula
mereka sudah harus menanam aspirasi untuk memecahkan masalah yang
mereka alami secara bersama di komunitas atupun lingkungan kerja mereka.
Masalah ini haruslah demikian pentingnya, sehingga tanpa adanya kegiatan
bersama atau kerjasama masalah ini tidak akan bisa dipecahkan. Mereka bersedia
menjadi anggota koperasi bukan untuk mengejar kepentingan pribadinya
semata-mata, namun untuk memecahkan masalah sosial ekonomi mereka bersama
sehingga memberi manfaat bagi komunitas secara keseluruhan.
Intinya,
koperasi adalah agen PERUBAHAN sosial ekonomi, dan anggota
koperasi menjadi sokogurunya. Perubahan itu bisa berupa
perubahan ekonomis nyata, karena koperasi berhasil melayani anggota
dengan produk dan jasa yang sama mutunya dengan sektor swasta namun dengan
biaya yang lebih rendah. Perubahan juga bisa berdimensi sosial karena koperasi
membuka kesempatan bagi anggota untuk ikut aktif berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan dari masalah penting yang mereka hadapi
bersama. Dengan demikian KOPERASI menjawab masalah yang muncul dalam
masyarakat dan membuka peluang meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Menciptakan
PERUBAHAN berarti menghadapi tantangan yang tidak mudah. Dalam hal koperasi
pemasaran, misalnya, para anggota sebagai individu harus berikhtiar
menjaga mutu produksi mereka masing-masing secara konsisten, sementara koperasi
sebagai lembaga harus mampu mengelola pemasaran produknya dalam persaingan
ketat dengan para tengkulak maupun bisnis pemasaran swasta lainnya. Ini berarti
bahwa manajemen koperasi harus benar-benar ampuh dan canggih untuk menopang
angin yang dihembuskan para pesaing koperasi, dan tidak sampai terkooptasi oleh
mereka
Untuk bisa
mencapai PERUBAHAN sosial ekonomi yang diharapkan, maka ada beberapa elemen
penting yang harus senantiasa diperhatikan oleh KOPERASI: Harus adanya
keterlibatan dan partisipasi aktif anggota secara individual/ personal.
Karenanya, anggota harus diberi pendidikan, pelatihan dan informasi yang
teratur dan transparan, agar mereka bisa mengerti hak dan kewajiban mereka, dan
terus menyadari bahwa mereka adalah pemilik, pengendali, pemodal dan juga
pengguna (Robby Tulus, 2012)
Fajri (2007) berpendapat bahwa
pengembangan koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang
indah, namun sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang
tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki
badan hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Menurutnya,
koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola
yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan
konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan
aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang
semakin global. Dari kemungkinan banyak faktor penyebab kurang baiknya
perkembangan koperasi di Indonesia selama ini, Fajri menganggap bahwa salah
satunya yang paling serius adalah masalah manajemen dan organisasi. (Tulus
Tambunan, 2008)
UU RI
Nomor 17 Tahun 2012. Ditetapkannya badan hukum dengan legalitas akta otentik
dengan adanya landasan hukum memperjelas
keberadaan organisasi koperasi, Memperkuat
kelembagaan koperasi, yang mencakup peningkatan kualitas organisasi dan badan
hukum koperasi, ketatalaksanaan koperasi, dan keanggotaaan koperasi, serta
penguatan kapasitas koperasi sesuai dengan amanat Undang-undang No. 17 tahun
2012 tentang perkoperasian.( RKP 2014).
Kompetensi sumber
daya manusia seluruh unsur penggerak koperasi, baik itu anggota, pengurus,
maupun pengawas harus selalu digali, diasah, dan dikembangkan sehingga muncul
pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif dalam pengembangan koperasi. (Tjahjono Widarmanto, 2008)
Konsep Good governance adalah konsep
pembaharuan untuk kantor pemerintah. Terlebih dalam aplikasinya berkembang
sebagai konsep “tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate
governance”. Penyebutan kata perusahaan atau corporate seolah-olah konsep ini
hanya berlaku terbatas untuk lingkup perusahaan saja. Pemahaman seperti ini
tentu tidak tepat. Tata kelola yang baik (good governance) maupun tata kelola
perusahaan yang baik atau (good corporate governance/GCG), sebenarnya merupakan
konsep dan instrumen umum sebagai langkah pembaharuan dalam sistem organisasi.
Setiap organisasi seperti perusahaan milik Negara (BUMN), perusahaan milik
Daerah (BUMD), perusahaan milik swasta, koperasi, organisasi seperti kantor
pemerintah, lembaga atau yayasan nirlaba, dan organisasi lain wajib dikelola
dengan baik. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)
Organisasi terkelola dengan baik
atau menerapkan good governance, maka organisasi ini terkelola oleh sistem,
bukan oleh orang (subyektif). Dalam pengelolaan oleh sistem itulah, maka
terwujud keteraturan yang mendasarkan pada aturan, mekanisme dan
ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh aturan eksternal (misal Undang-undang)
atau aturan internal (misal anggaran dasar,anggaran rumah tangga, statuta).
Karena itu, memberi jaminan lebih baik terhadap pemanfaatan sumber daya
organisasi menjadi lebih efisien, efektif dan mengurangi pemborosan,
penyimpanan dan lain-lain. Pada akhirnya organisasi itu mampu mencapai tujuan
yang ditetapkan, dan terjaga kesinambungan hidupnya dalam jangka pendek dan
jangka panjang.
Organisasi yang menerapkan tata
kelola perusahaan yang baik missal koperasi, dituntut siap melakukan perubahan
dan pembenahan diri, dari kondisi belum berubah menjadi sudah memenuhi kriteria
dan persyaratan tata kelola yang baik (good governance). Dengan demikian, tata
kelola yang baik atau (good governance), berlaku untuk semua organisasi
(universal), baik perusahaan swasta, perusahaan negara, koperasi,
organisasi-organisasi sosial, yayasan, kantor pemerintahan. (Widiaiswara
Prijambodo, 2012)
Sebagai inovasi di bidang organisasi
dan manajemen, yang memberikan manfaat dan nilai tambah bagi organisasi, sudah
sepatutnya koperasi menerapkan tata kelola yang baik yang (good governance
cooperative). Good governance cooperative ini merupakan langka re-design
organisasi, menuju organisasi yang sehat, transparan, akuntabel, mandiri,
responsibel dan wajar dengan tetap mengacu pada nilai dan prinsip-prinsip
koperasi.
Menurut Syakhoza (2008) tata kelola
perusahaan yang baik (GCG) adalah: suatu mekanisme tata kelola organisasi yang
secara baik dalam mengelola sumber daya organisasi secara efisien, efektif,
ekonomis dan produktif, memakai prinsip-prinsip terbuka, akuntabel, pertanggung
jawaban, kemandirian dan adil, dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Nilai-nilai kunci GCG, yakni : (1)
pembaharuan dalam sistem pengelolaan organisasi, (2) pengawasan internal, (3)
aturan dan standar (4) organ-organ organisasi (5) peningkatan nilai perusahaan,
kepentingan shareholders dan stakeholders.
Ada 5 (lima) prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (GCG) yaitu ; transparansi, akuntabel, responsibel,
mandiri dan adil. Penjelasan masing-masing prinsip dengan mengutip berberapa
sumber, antara lain Muh Arief Effendi (2009)
1.
TRANSPARANSI (Transparency).
Penyelenggaraan tata kelola yang baik (GCG) dicirikan oleh terselenggaranya
transparansi dalam pengelolaan organisasi. Transparansi yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi material dan relevan mengenai organisasi (koperasi). Dalam bahasa
sederhana, transparansi dimaksudkan sebagai keharusan tidak ada yang
disembunyikan. Informasi organisasi dapat diakses oleh pihak-pihak yang
kompeten, baik shareholders maupun stakeholders, berkaitan dengan antara lain,
informasi kinerja organisasi, kinerja keuangan, resiko dan mitigasi. Dalam hal
keterbukaan informasi ini, tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan informasi-informasi
tertentu yang tidak selalu harus dinyatakan secara terbuka.
2.
AKUNTABILITAS
(Accountability).
Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban
manajemen organisasi (perusahaan) sehingga pengelolaan organisasi (perusahaan)
berjalan efektif. Suatu organisasi dinyatakan mampu meraih tingkat
akuntabilitas, apabila organ-organ organisasi mampu berfungsi secara optimal
dan mampu mempertanggung jawabkan atas tugas dan fungsinya secara efektif.
Organ-organ organisasi, seperti, komisaris, direksi, manajer, satuan pengendali
internal/SPI mampu berfungsi sesuai tugasnya. Kondisi ini (akuntabel) hanya
dapat terjadi jika, ada kejelasan aturan, tugas, fungsi, mekanisme kerja, job
diskripsi setiap organ organisasi. Keberadaan orang (SDM) yang kompeten di
masing-masing pos di setiap organ organisasi, serta ada ukuran kinerja yang
jelas untuk mengukur prestasi tugas.
3.
KEMANDIRIAN (Independence).
Kemandirian, yaitu suatu keadaan organisasi (perusahaan) dikelola secara
profesional, tanpa benturan kepentingan/ pengaruh dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat. Dalam prinsip kemandirian ini tidak ada dominasi satu pihak kepada
pihak lain, dan organisasi tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Prinsip kemandirian ini mengait dengan prinsip akuntabilitas. Kemandirian
hanya terwujud jika ada kejelasan tugas masing-masing organ organisasi, dapat
terselenggaranya tugas itu sesuai fungsi yang digariskan dalam anggaran
dasar/anggaran rumah tangga. Kondisi sebaliknya akan terjadi, jika tidak/belum
ada kejelasan tugas masing-masing organ organisasi, sukar menjalankan fungsi
sesuai kinerja yang digariskan.
4.
PERTANGGUNGJAWABAN (Responsibility).
Implementasi prinsip pertanggung jawaban dicirikan oleh
keberhasilan organisasi memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku,
peraturan internal organisasi (perusahaan) seperti anggaran dasar/anggaran
rumah tangga. Selain itu organisasi (perusahaan) juga menunjukkan kepedulian
terhadap stakeholders, masyarakat dan lingkungan. Prinsip ini sering tercermin
sebagai social responsibility, yang memberi dampak pendukung bagi kelangsungan
hidup organisasi (perusahaan) dalam jangka panjang.
5.
KEWAJARAN (Fairness).
Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak shareholders
dan stakeholder yang timbul, berdasar perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ada 2 (dua) pihak yang perlu memperoleh
perhatian. Satu, shareholders dan dua stakeholders. Kedua pihak ini perlu
memperoleh perlakukan yang adil, setara dan wajar dalam wujud, antara lain ;
memberi kesempatan kepada stakeholders memberikan masukkan, input dan kontribusi
yang wajar ; memperoleh perlakukan yang setara dan tidak ada diskriminasi.
(Widiaiswara Prijambodo, 2012)
Implikasi praktis good governance
cooperative tercermin pada pengelolaan organisasi koperasi atas dasar sistem,
bukan orang. Kesiapan, kelengkapan aturan, mekanisme di internal organisasi
koperasi menciptakan satu kondisi yang memungkinkan mesin organisasi berjalan
mengikuti system yang terbentuk itu. Disinilah letak kunci good governance
cooperative, sebagai upaya dan instrumen untuk menata organisasi untuk mampu
terkelola di atas sistem.
Koperasi melakukan pembenahan aspek
organisasi, peraturan dan ketentuan internal, mekanisme dan cara kerja, kompetensi,
disiplin dan elemen-elemen lain sehingga menjamin terwujudnya 5 prinsip tata
kelola yang baik. Tentu, pekerjaan ini memerlukan perubahan mindset para
pengurus, pengawas, anggota, manajer, karyawan dan pihak-pihak di internal
koperasi.
Elemen good governance cooperative dilengkapi
dengan indikator kinerja, standar kinerja, instrumen, mekanisme pengukuran
performance masing-masing organ dalam jabatan di koperasi. Pengukuran, penilaian
kinerja pengurus dalam tugas pengelolaan koperasi disiapkan dan dikur dengan
standar dan mekanisme yang sudah disispkan dalam anggaran dasar, atau anggaran
rumah tangga atau peraturan khusus koperasi. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)
Sebagai bahan simulasi, manakala
koperasi dituntut untuk mampu menjadi organisasi yang “akuntabel”, maka
koperasi sudah siap, lengkap dan rinci tentang ketentuan dan aturan internal
(pada anggaran dasar, anggaran rumah tangga atau peraturan khusus) yang memuat
rincian tugas, wewenang, mekanisme kerja, indikator kinerja, pengukuran kinerja
setiap organ koperasi yaitu rapat anggota, pengurus dan pengawas ; pengurus,
pengawas dan anggota memang sudah memiliki kompetensi pada pos jabatannya.
Anggaran dasar, anggaran rumah tangga sebagai rule yang mengarahkan manajemen
dalam hal ini pengurus, mengelola koperasi, dan mengarahkan pengawas melakukan
fungsi pengawasan, serta mengarahkan anggota dalam menjalankan hak dan
kuajibannya. (Widiaiswara Prijambodo, 2012)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1.
Ditetapkannya undang-undang
baru yaitu Undang-undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian
mengubah status koperasi dari badan usaha menjadi badan hukum, yang mendasarkan
kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi.
2.
UU Koperasi Nomor 17 Thn 2012 pada
pasal 66 ayat 2 yang menyatakan bahwa modal koperasi bisa juga datang dari
modal penyertaan (asing), bertentangan dengan prinsip koperasi kemandirian
3.
Good governance cooperative, sebagai upaya dan
instrumen untuk menata organisasi, implikasi praktis good governance
cooperative tercermin pada pengelolaan organisasi koperasi atas dasar sistem,
dan bukan orang.
3.2 Saran
Ditetapkannya Undang-Undang baru
merupakan suatu langkah besar dalam dunia perkoperasian, masih diperlukan
sosialisasi untuk menyamakan persepsi sehingga system berjalan dengan baik
bukan hanya sebagai konsep semata. Sehingga kedepannya nanti koperasi sebagai
agen perubahan ekonomi terealisasi, dapat memajukan ekonomi yang berpihak pada
rakyat kecil, tidak lagi dipandang sebelah mata, dan mempunyai kedudukan
tersendiri di hati masyarakat.
Manajemen dan organisasi yang baik
juga merupakan faktor krusial dalam menentukan keberhasilan suatu koperasi. Ditetapkannya
koperasi sebagai badan hukum menjadi organisasi yang resmi memerlukan instrumen
untuk menata organisasi tersebut dengan GGC (Good governance cooperative)
sehingga koperasi Indonesia dapat semakin maju dan berkembang.
Insan koperasi perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam
menerima godaan modal kerja yang datang dari luar. Prinsipnya,
jika modal sendiri dapat melayani variasi kebutuhan anggota, maka itu
pertanda bahwa koperasi (kredit )mampu membangun kemandirian sebagai jati
dirinya secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, Arah Kebijakan Dan Prioritas Pembangunan
Nasional 2010-2014. RKP Pdf 2014. http://www.depkop.go.id
Anonymous.
Filsafat Koperasi Dan Hukum Positif Indonesia.
Purwanto Rahardjo Edy. 2013. Menatap Koperasi Kedepan Menurut UU
17/2012. pemerhatikoperasi.blogspot.com
Purwanto
Rahardjo Edy. 2013 Pokok-Pokok Perbedaan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian Dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.
Dinkop UMKM Kab.Brebes 2013
Kementerian
Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia. Kinerja
Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Tahun 2011. http://www.depkop.go.id
Paskalis X. Hurint dan Kosmas Lawa Bagho. 2013 Jati
Diri Koperasi dan UU Nomor 17/2012. http://ekonomi.kompasiana.com, 10
Juli 2013
Robby
Tulus, 2012. Membangun Gerakan Dan Sektor Perkoperasian Berbasis Anggota.
pemerhatikoperasi.blogspot.com,
23 mei 2012
Setyo Heriyanto, 2013. Agar Sehat, Koperasi Butuh Good Corporate Governance. http://www.hukumonline.com selasa, 20 agustus 2013
Sugianto.
2012. Sosialisasi Undang-Undang Perkoperasian No 17 Tahun 2012. www.depkop.go.id
Sukidjo, 2008. Membangun Citra Koperasi Indonesia. Jurnal
Ekonomi Dan Pendidikan, Volume 5 Nomor 2, Desember 2008
Tambunan
Tulus, 2008. Prospek Perkembangan Koperasi Di Indonesia Ke Depan: Masih
Relevankah Koperasi Di Dalam Era Modernisasi Ekonomi?. Pusat Studi
Industri Dan UKM Universitas Trisakti
Widiaiswara
Prijambodo, 2012. Good Governance Cooperative. http://www.depkop.go.id
Widarmanto Tjahjono, 2008. Enam Puluh Satu Tahun Perjalanan
Koperasi: Membangun Koperasi Berkualitas Berbasis Kompetensi SDM.
Gemari Ed 90/Tahun ix/ Juli 2008-- www.gemari.or.id
PELUANG LAIN LAGI, APAKAH ANDA USAHA MAN / WANITA, A PEKERJA DI ORGANISASI, Wiraswasta? Membutuhkan pinjaman pribadi untuk bisnis tanpa stres, Jika demikian, hubungi kami hari ini, kami menawarkan pinjaman tahun baru pada tingkat bunga rendah dari 2%, Anda dapat memulai tahun baru dengan senyum di wajah Anda, keselamatan, kebahagiaan kami pelanggan adalah kekuatan kita. Jika Anda tertarik, mengisi formulir aplikasi pinjaman di bawah ini:
BalasHapusInformasi Peminjam:
Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui email: gloryloanfirm@gmail.com