CARA
MEMAJUKAN KOPERASI MELALUI SISTEM GCG
Add caption |
DI SUSUN OLEH :
Nama : Laila Majda
Npm : 14212153
Kelas : 2EA28
Dosen : Pak Nurhadi
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
DAFTAR ISI
Lembar Judul
Tugas ............................................................................... i
Kata
Pengantar
...................................................................................... ii
Daftar Isi
................................................................................................ iii
PENDAHULUAN …………………………………………………............. 1
A.
Definisi Good Corporate Governance (GCG) ………………………….... 3
B.
Arti penting Good Corporate Governance
(GCG) ……………….….… 4
C. Prinsip-prinsip
dalam Good Corporate Governance (GCG) ….…... 6
D.
Tujuan Penerapan Good Corporate Governance (GCG) …………… 9
E.
Manfaat dan Faktor Penerapan (GCG) ………………………………………. 10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 11
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Kreatifitas dengan judul “ Cara Memajukan Koperasi Melalui Sistem GCG“. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan tugas ke empat mata kuliah Ekonomi Koperasi Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Gunadarma. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dan sumber-sumber yang telah membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan Tugas ini. Tanpa Sumber sumber terkait, pengarahan dan bantuan berbagai pihak tentunya Tugas ini tidak dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan Tugas ini.
Jakarta, 19 Januari 2014
Penulis
PENDAHULUAN
Koperasi
indonesia adalah badan usaha atau usaha bersama yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi.
Menurut
Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki
fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional,
serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.
Agar
terciptanya koperasi yang sesuai dengan fungsi koperasi yang sesungguhnya, maka
harus dilakukan tindakan-tindakan yang dapat mengefektifkan dan memajukan
koperasi itu sendiri dengan hak tersebut pula sangat diharapkan agar koperasi
di Indonesia dapat terus maju dan berkembang karena koperasi adalah salah satu
badan usaha yang menyediakan fasilitas untuk masyarakat kecil dan menengah.
Koperasi
perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap
perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Koperasi perlu mencontoh
implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada
perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam
beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam
hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu
konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola
koperasi yang baik.
Konsep GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya yaitu mensejahterakan anggotanya.
GCG merupakan singkatan dari Good
Corporate Governance. GCG adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu
diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi
menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan
perusahaan. GCG ini merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai
dengan hak dan kewajibannya masing-masing.
Implementasi GCG dalam beberapa
hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini
Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep
GCG atau tatakelola koperasi yang baik.
Implementasi GCG perlu diarahkan
untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk
senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya yaitu mensejahterakan
anggotanya.
Dalam mengimplementasikan GCG,
koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai
dalam implementasi GCG. Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan
pendirian koperasi benar-benar untuk mensejahterakan anggotanya. Pembangunan
kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi,misi dan program kerja yang
sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi
pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel.
A.
Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai
sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry,
misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report – mengeluarkan definisi tersendiri
tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak
lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Sejumlah
negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara
mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit
perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai
cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan
haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan
nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena
itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari
perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan
tentu sajafairness.
Sementara
itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai
utama yaitu:Accountability, Transparency, Predictability dan Participation.
Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia.
Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang
digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke
arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan
akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap
memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas
bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai
“pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering
juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang
awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari
Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan
tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen.
Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan
Indonesia yang benar.
Dari definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1.
Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan
dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi
munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset
perusahaan.
3. Suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran
kinerjanya.
B.
Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG
diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung
oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pilar adalah:
1.
Negara
dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim
usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement) .
2.
Dunia
usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan
usaha.
3.
Masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak
dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol
sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung
jawab.
Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu subjek yang
memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan
adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/ mandat, khususnya implementasi
pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi
kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang
menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk
mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan
para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola
perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menunjuk perhatian
dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham,
misalnya karyawan atau lingkungan.
Sampai saat
ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan GCG yang dapat
mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang
akomodatif bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG disebabkan karena
cakupan GCG yang lintas sektoral. Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah
aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik
perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan
wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan
kreditur). Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan
dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah
penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya
pertumbuhan perusahaan.
Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan
adalah agar pihak-pihak yang berperan dalam menjalankan perusahaan memahami dan
menjalankan fungsi dan peran sesuai wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang
berperan meliputi pemegang saham, dewan komisaris, komite, direksi, pimpinan
unit dan karyawan.
Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang
sudah saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia, karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang
terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan
dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis,
baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan
demi kepentingan shareholders dan stakeholders.
C. Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance (GCG)
Dalam
Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance
harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Transparency (Keterbukaan Informasi)
Yaitu
keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti misalnya mengumukan
pendirin PT dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat
Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan menyangkut masalah
keterbukaan informasi ataupun dalam hal penerapan management keterbukaan,
informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu baik
kepada share holders maupun stakeholder.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri,
perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu
kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap
perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta
informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja
perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat
mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak
manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin
terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya
informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas,
konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi
pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan
tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.
2. Accountability (Dapat
Dipertanggungjawabkan)
yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggung jawaban manajemen organisasi (perusahaan) sehingga pengelolaan organisasi
(perusahaan) berjalan efektif. Suatu organisasi dinyatakan mampu meraih tingkat
akuntabilitas, apabila organ-organ organisasi mampu berfungsi secara optimal
dan mampu mempertanggung jawabkan atas tugas dan fungsinya secara efektif.
Organ-organ organisasi, seperti, komisaris, direksi, manajer, satuan pengendali
internal/SPI mampu berfungsi sesuai tugasnya. Kondisi ini (akuntabel) hanya
dapat terjadi jika, ada kejelasan aturan, tugas, fungsi, mekanisme kerja, job
diskripsi setiap organ organisasi. Keberadaan orang (SDM) yang kompeten di
masing-masing pos di setiap organ organisasi, serta ada ukuran kinerja yang
jelas untuk mengukur prestasi tugas.
3. Responsibility
(Pertanggungjawaban)
Adanya
keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua pengendalian
yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional
perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap jalannya
perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga sudah
sepatutnya dalam suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak diperlukan
kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung
jawab jajaran manajemen yang professional atas semua keputusan dan kebijakan
yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.
Pertanggungjawaban perusahaan adalah
kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi
yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di
sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar
penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
·
Kebijakan
sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin
bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi
perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi
perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga
kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin,
yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
·
Kebijakan
perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada
publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak
tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi
Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan
kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar
lingkungan.
4. Fairness (Kewajaran)
Secara
sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan
sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian
serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal,
sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor –
khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk
kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi
yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan),
dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang
dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan,
penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola
secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga
muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan
kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan
di atas. Pendek kata, fairnessmenjadi jiwa
untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan
dalam perusahaan.
Namun seperti
halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan
syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan
perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara
baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya
perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian.
Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini
adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil
keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu
kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban
yang harus dibayarkannya.
Prinsip GCG
yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan mekanisme internal
perusahaan adalahaccountability. Berdasarkan prinsip
ini, pertama-tama masing-masing komponen perusahaan, seperti komisaris,
direksi, internal auditor dituntut untuk mengerti hak, kewajiban, wewenang dan
tanggung jawabnya. Hal tersebut penting sehingga masing-masing komponen mampu
melaksanakan tugas secara professional.
Dengan
demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun Komisaris perlu mengamankan
investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini Direksi harus memiliki sistem dan
pengawasan internal, yang meliputi bidang keuangan, operasional, risk management dan kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris menjaga agar tidak
terjadi mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh Direksi dan para pejabat
eksekutif perusahaan.
D. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat
meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)
melalui beberapa tujuan berikut:
1.
Meningkatkan
efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan
kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan
stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi
tantangan organisasi kedepan
2.
Meningkatkan
legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3.
Mengakui
dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders.
Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola
Perusahaan, Perseroan menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan
manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik. Berdasarkan
keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk
menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola
Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi,
Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain
acuan yang disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus
disadari bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif
dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu
diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan.
Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh
pelaku bisnis.
Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia
akan terwujud ? Hal ini tergantung pada penerapan dan kesadaran dari perseroan
tersebut akan pentingnya prinsip GCG dalam dunia usaha.
E. Manfaat dan Faktor Penerapan GCG
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan
prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam
pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan antara praktik
corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini.
Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan
mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan
dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika
kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara
konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun
perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip
dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap
perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga
dapat:
1.
Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat
penyalahgunaan wewenang (wrong-doing),
ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal
tersebut.
2.
Mengurangi
biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan
perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya
yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat
resiko perusahaan.
3.
Meningkatkan
nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut
kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam
lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan
kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan
bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi
perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Faktor
Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa
faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan
penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum
yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan
efektif.
b.
Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakanGood Governance dan
Clean Government menuju Good Government Governance yang
sebenarnya.
c.
Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang
dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan
kata lain, semacam benchmark (acuan).
1.
Terbangunnya
sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini
penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai
kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara
sukarela.
2.
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi
GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang
di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan
bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor
perusahaan dalam implementasi GCG.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar