PENALARAN DEDUKTIF, SILOGISME,
ENTIMEN
Dalam berbahasa sehari-hari ataupun
secara formal, dalam bentuk tulisan maupun lisan, pernalaran yang tepat perlu
digunakan. Khususnya dalam penulisan, kita harus berpikir, menghubung-hubungkan
berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya supaya bisa menarik kesimpulan
yang tepat. Cara menarik kesimpulan dari pernalaran dibagi menjadi dua, yaitu
pernalaran deduktif dan pernalaran induktif. Namun pada kesempatan ini saya
hanya akan mengulas mengenai pernalaran deduktif dan bentuk-bentuknya
(silogisme dan entimen).
PERNALARAN DEDUKTIF
Pernalaran deduktif merupakan
metode untuk menarik kesimpulan dengan menhubungkan data-data yang bersifat
umum, kemudian dijadikan suatu simpulan atau fakta yang khusus.
Contoh:
Premis 1 = Semua makhluk adalah
ciptaan Tuhan. (U)
Premis 2 = Manusia adalah makhluk
hidup. (U)
Simpulan = Manusia adalah makhluk
ciptaan Tuhan. (K)
Dapat dilihat dari contoh diatas
bahwa pernalaran ini dimulai dengan suatu premis (pernyataan dasar) untuk
menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu.
Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di
dalam pernyataan tersebut.
Jadi sebenarnya proses deduksi ini
tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan kesimpulan
yang konsisten berdasarkan pernyataan dasarnya.
BENTUK PERNALARAN DEDUKTIF
Menurut bentuknya, pernalaran
deduktif dibagi menjadi dua yaitu:
·
Silogisme,
dan
1.
Silogisme
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang
terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan
secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah
konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3
buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran
ini jarang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai
hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara tidak sadar.
Contoh pola silogisme yang standar:
(A) Premis
mayor = Semua manusia akan mati.
(B) Premis
minor = Si A adalah manusia.
(C) Simpulan
= Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat
dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari:
1. Silogisme Kategorial
2. Silogisme Hipotesis
3. Silogisme Disjungtif
Sebelum mengulas satu per satu
bentuk, perlu diketahui beberapa istilah berikut:
Proposisi : kalimat logika yang merupakan pernyataan
tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau
salah.
Term : adalah suatu kata atau kelompok kata yang
menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
Term minor : adalah subjek pada simpulan.
Term menengah : menghubungkan term mayor dengan term minor dan
tidak boleh terdapat pada simpulan.
1.
Silogisme Kategorial
Adalah silogisme yang semua
proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan
premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya
menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang
menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle
term).
Adapun menurut KBBI simpulan
berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa
berdasarkan syarat.
Contoh:
Premis mayor = Semua makhluk
hidup membutuhkanoksigen.
(Middle term) (Predikat)
Premis minor = Manusia adalah makhluk
hidup.
(Subjek)
(Middle term)
Simpulan = Manusia membutuhkan oksigen.
(Subjek) (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial
behubungan dengan proposisi:
1. Apabila salah satu premis partikular, maka
kesimpulannya harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal
dimakan menyehatkan.
Sebagian makanan
tidak menyehatkan.
Sebagian makanan
tidak halal dimakan.
Jadi, bentuk silogisme ini menarik
simpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu subjek.
2. Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya
harus negatif juga.
Contoh:
Semua
korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat
melakukan korupsi.
Sebagian
pejabat tidak disenangi.
3. Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah
diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa orang
kaya kikir.
Beberapa pedagang
adalah kaya.
Beberapa pedagang
adalah kikir
4. Dua premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil
kesimpulan karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi
premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya
positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga
mawar
Kucing bukan bunga
mawar
(Tidak ada kesimpulan)
Hukum-hukum silogisme kategorial
behubungan dengan term:
1. Setidaknya satu
term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term
penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin.
Binatang ini adalah ikan.
2. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan
term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah.
Contoh:
Kerbau adalah
binatang.
Kambing bukan
kerbau.
Kambing bukan
binatang.
3. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis
mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan
menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar
di langit.
Januari adalah
bulan.
Januari bersinar
di langit.
4. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term
subyek, term predikat dan term penengah. Apabila hanya terdiri dari sebuah term
dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil
kesimpulan.
2.
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotetis adalah argumen
yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya
adalah proposisi katagorik.
Adapun menurut KBBI silogisme
hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yg kebenarannya
berdasarkan syarat tertentu.
Macam-macam tipe silogisme
hipotesis:
1.
Premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Premis
minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Premis
minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah
dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak
dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Premis
minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan,
pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke
jalanan.
3.
Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang premis
mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui
atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Adapun menurut KBBI silogisme
disjungtif ini merupakan penarikan simpulan atau keputusan berdasarkan
beberapa kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan
yg benar.
Silogisme ini terdiri dari dua
macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam
arti luas.
Silogisme disjungtif dalam arti
sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
la lulus
atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.
Silogisme disjungtif dalam arti
luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan berada di rumah atau di
pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi Hasan berada di pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti
sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis
minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui
alternatif yang lain.
Contoh:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis
minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif yang lain.
Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1. Silogisme
disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak
putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Atau:
Hasan berbaju putih atau tidak
putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2. Silogisme
disjungtif dalam arti luas.
a.
Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi Budi bukan pelaut.
b. Bila
premis minor mengingkari salah satu alterna konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke
Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia
lari ke kota lain).
v Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan
pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah
sama-sama diketahui.
Praktek nyata berbahasa dengan pola
silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik tulisan
maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme) sering
dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan atau
tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan
orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal
menjadi 2 bagian:
- Menipu
adalah dosa. >> Kesimpulan
- Karena
(menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.
Dalam kalimat di atas, premis yang
dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa
premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu".
Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang
merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi
silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang menandakan
simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan
sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar